Google

Friday, October 22, 2010

ngah darwis: Parlemen Indonesia

Pandangan Rousseau yang berkeinginan untuk tetap berlanjutnya demokrasi langsung (direct democracy) sebagaimana pelaksanaannya yang berlaku pada zaman Yunani Kuno, pada kenyataannya sulit untuk dipertahankan lagi. Faktor-faktor seperti luasnya wilayah satu negara, populasi penduduk yang sangat cepat, makin sulit dan rumitnya penanganan terhadap masalah politik dan kenegaraan, serta kemajuan ilmu dan teknologi adalah merupakan persoalan yang menjadi kendala untuk melaksanakan demokrasi langsung seperti pada era globalisasi sekarang ini .
Sebagai ganti dari gagasan dan pandangan Rousseau ini lahirlah demokrasi tidak langsung (indirect democracy) yang disalurkan melalui lembaga perwakilan atau yang terkenal dengan nama “Parlemen”. Lembaga perwakilan atau parlemen ini tidak sama baik sebutan maupun jenisnya, misalnya saja di Indonesia disebut “Dewan Perwakilan Rakyat”. Baik Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat pada dasarnya adalah lembaga perwakilan dari rakyat.
Kelahiran Parlemen ini pada dasarnya bukan karena gagasan dan cita-cita demokrasi akan tetapi sebagai kelicikan sistem feodal. Sebagaimana yang dikemukakan A.F Pollard dalam bukunya “The Evolution of Parliament”. Repretentation was not the off spring at democratic theory but an incident at the feodal system .
Formula dari pendapat Pollard tersebut dapat kita contohkan pada Parlemen Inggris yang boleh dianggap sebagi parlemen yang tertua di dunia.
Seperti diketahui bahwa pada abad pertengahan yang berkuasa di Inggris adalah Raja-raja/Kaum Bangsawan yang sangat feodalistis (monarchi feodal). Dalam bentuk kerajaan feodal kekuatan berada pada kaum feodal, dimana kaum feodal ini tidak saja menguasai tanah-tanah dalam satu wilayah tapi juga menguasai orang-orang yang ada dalam wilayah kekuasaannya dan para feodal ini bergelar Lord. Apabila satu saat Raja misalnya menginginkan adanya penambahan tentara, atau penambahan pajak maka Raja akan mengirimkan utusan/wakilnya menemui para Lord untuk menyampaikan keinginan dan maksudnya itu. Akan tetapi praktek semacam ini, menurut anggapan raja tidak layak. Oleh karena itu, timbul pemikiran dari raja lebih baik para Lord itu yang dipanggil ke pusat pemerintahan /kerajaan agar supaya apabila raja menginginkan sesuatu dari para Lord tersebut tidak perlu lagi mengirim utusan ke tempat mereka, cukup hanya dengan mengambil para Lord yang memang sudah berada di pusat/dekat dengan raja. Konsekuensinya adalah raja membentuk satu lembaga/badan yang terdiri dari para Lord dan di tambah dengan para pemuka gereja/pendeta-pendeta yang pada gilirannya lembaga/badan itu menjadi tempat bagi raja untuk meminta nasehat, petunjuk dan terutama adalah dalam hal pemungutan pajak. Secara pelan tapi pasti tugas lembaga itu makin bertambah dan selanjutnya lembaga itu menjadi permanen, lembaga yang permanen itu disebut “Curia Regis” dan kemudian menjadi House of Lords seperti yang ada sekarang ini.
Melihat kekuasan lembaga ini yang semakin besar, maka raja ingin mengurangi hak-hak mereka, akibatnya timbul pertikaian antara raja dengan kaum ningrat. Dengan bantuan rakyat dan kaum menengah (borjuis/bourgeois) kepada kaum ningrat akhirnya raja mengalah, akibatnya hak-hak raja dibatasi oleh House of Lords. Karena rakyat dan kaum menengah yang senantiasa menjadi korban dari beban pajak, maka kaum menengah dan rakyat meminta kepada House of Lords agar wakil mereka juga harus diminta nasehat dan pendapatnya manakala House of Lords akan membicarakan permasalahan-permasalahan yang menyangkut pajak dan anggaran belanja. Akibat lain kemenangan dari kaum ningrat yang didukung oleh rakyat dan kaum menengah itu, maka kedudukan kaum menengah dan rakyat semakin menjadi kuat dan harus diperhitungkan. Akhirnya muncul lembaga baru yang anggotanya terdiri dari kaum menengah dan rakyat yakni yang disebut Magnum Consillium. Karena terdiri dari rakyat biasa maka lembaga ini disebut House of Commons.
Selanjutnya kedua lembaga tersebut yakni House of Lords dan House of Commons disebut Parliamentum atau Parlemen yang kemudian dianggap sebagai lembaga perwakilan pertama dalam pengertian modern. Seperti sudah disebut bahwa House of Lords adalah kaum bangsawan (Lord) dan pemuka gereja/agama (pendeta-pendeta). Keanggotaan mereka dalam House of Lords adalah bersifat permanen. Sebaliknya keanggotaan kaum menengah dan rakyat yang ada dalam House of Commons adalah merupakan pilihan rakyat di daerah pemilihan mereka masing-masing. Agar supaya para wakil yang duduk dalam House of Commons itu dapat kembali terpilih maka mereka harus berusaha untuk terpilih melalui kampanye pemilihan. Untuk berkampanye maka para anggota yang sehaluan/se ide/se asas menyatukan orang-orangnya dalam satu panitia untuk mengkampanyekan mereka di daerah masing-masing agar dapat terpilih kembali sebagai anggota House of Commons. Sitem dan model yang diberlakukan ini melahirkan sistem pemilahan umum yang pertama yaitu “sistem distrik”, sedangkan yang disebut panitia berkembang menjadi “partai politik”seperti yang dikenal sekarang ini.
Menyadari bahwa keberadaan mereka dalam House of Commons adalah hasil dari pilihan rakyat maka lembaga ini (House of Commons) menginginkan kekuasan yang lebih besar lagi. Menurut Maurice Duverger, para Commons dapat mengajukan usul kepada Lords agar seorang menteri atau hulubalang kerajaan dapat dihukum karena telah membuat kesalahan dalam menjalankan tugasnya.
Perkembangan selanjutnya adalah bahwa House of Commons memperluas kekuasaan dan haknya untuk membebaskan menteri yang mereka tidak sukai dari kedudukannya walaupun menteri itu tidak melakukan kejahatan ataupun kesalahan. Kekuasaan yang dimiliki House of Commons tersebut dapat dilakukan melalui “mosi tidak percaya” yang dapat mengakibatkan jatuhnya atau mundurnya kabinet. Ini yang dikenal dengan sebutan Kabinet Parlementer.
Menurut Maurice Duverger, parlemen semakin penting, karena tidak mau meluluskan secara permanen pemungutan pajak oleh pemerintah, sehingga raja terpaksa memanggilnya bersidang apabila setiap kali ada urusan dalam masalah keuangan, karenanya maka parlemen ini sering bersidang. Selain itu Menurut Maurice, dengan cerdik parlemen memperluas pengaruh dan jangkauan kekuasannya sebagai badan legislatif, yakni dengan merebut kekuasaan keuangan ; dijadikan kebiasaan untuk mengajukan kepada raja petisi-petisi (bill) sebelum ia meluluskan suatu bantuan/subsidi . Dengan demikian House of Commons telah memiliki alat pemaksa dan penekan yang tepat terhadap raja.

1 comment:

caidejaelea said...

A review of Casinos.info, the UK's leading online gambling
Casinos.info · Casino.info · Mobile · 가입시꽁머니환전 Casino 돈포차 Review 블랙 잭 무기 · 메이플 캐릭터 슬롯 Online Gambling.co.uk 바카라 사이트 총판 · Casino Review.