tag:blogger.com,1999:blog-44193620969058377762024-03-19T02:29:45.031-07:00ngah darwisblog pribadi dalam upaya mengembangkan diri dalam kajian ilmu hukumArisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.comBlogger79125tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-54510372084106582802012-09-16T18:33:00.002-07:002012-09-18T18:25:08.237-07:00jadwal kuliah fakultas syariah dan ilmu hukum 2012/2013<div>
<br /></div>
<div>
silakan dowload disini: </div>
<a href="http://www.mediafire.com/view/?et4kaptsicttq2a" target="_blank">http://www.mediafire.com/view/?et4kaptsicttq2a</a><div>
<br />
untuk aplikom disini</div>
<div>
<a href="http://www.mediafire.com/view/?vamu6v5l1qh0ku8" target="_blank">http://www.mediafire.com/view/?vamu6v5l1qh0ku8</a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<span class="fullpost">
</span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-8708305137482257102011-09-18T08:30:00.000-07:002011-09-18T10:13:33.991-07:00jadwal kuliah semester ganjil 2011-2012<span class="fullpost">
<a href="http://www.4shared.com/file/VleJXhNW/Jadwal_Smtr_Ganjil_syariah.html" target=_blank>Jadwal Smtr Ganjil syariah.xlsx download disini</a>
<a href="http://www.4shared.com/document/qmmFDfMl/Jadwal_Smtr_Ganjil_1112.html" target=_blank><img src="http://dc354.4shared.com/img/qmmFDfMl/Jadwal_Smtr_Ganjil_1112.pdf" border="0"></a>
</span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-3833799846688575312010-10-23T08:38:00.000-07:002012-09-18T18:42:25.665-07:00ngah darwis: skema proses persidangan perkara perdata di Pengadilan Negeri<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUE27ZbhuA6ECQX4lq1x03wY_rkBD_-VnfSjYVzP9I59ovDhptHL0S8OhxgVjYir1XgYgt9kgIgao0hyphenhyphenrGncNh3t3xuDueM5QTs9Bkc_YFWECDkLnYDp0lZyU42B8k0t3gRkExywsAKAk/s1600/ngah+darwis3.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUE27ZbhuA6ECQX4lq1x03wY_rkBD_-VnfSjYVzP9I59ovDhptHL0S8OhxgVjYir1XgYgt9kgIgao0hyphenhyphenrGncNh3t3xuDueM5QTs9Bkc_YFWECDkLnYDp0lZyU42B8k0t3gRkExywsAKAk/s1600/ngah+darwis3.jpeg" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
Proses pemeriksaan gugutan perdata di Pengadilan negeri dapat dilakukan sebagai berikut: <br />
1. Hakim memeriksa perkara dengan pembacaan gugatan. Gugatan berisi minimal identitas para pihak baik penggugat maupun tergugat, posita yaitu peristiwa yang relevan terhadap perkara dan petitum atau tuntutan penggugat. <br />
2. Hakim mengajuan proses perdamaian pada para pihak jika terjadi perdamaian dilanjutkan dengan penandatangan akta van dading dimuka pengadilan dan hakim menetapkan putusan perdamaian yang bersipat inkracht van gewijsde. Putusan perkara dengan damai hanya dapat dilakukan upaya Peninjau kembali (PK) di Mahkamah Agung. <span class="fullpost"><br />3. Jika tidak terjadi perdamaian hakim melanjutkan pemeriksaan perkara dengan melaksanakan jawaban. Jawaban ini dilakukan oleh tergugat. Memiliki 3 kemungkinan yaitu pertama, mengakui gugatan penggugat yang otomati akan menyelesaikan perkara perdata. Kedua, membantah gugatan penggugat dan dalil-dalil yang diberikan oleh penggugat. Perkara dilanjutkan pada proses selanjutnya, dan ketiga, referte yaitu tidak membantah dan tidak mengakui diserahkan kepada hakim untuk menentukan dan proses lebih lanjut, ini biasanya jawaban yang berikan oleh orang awam. Pada jawaban ini pihak tergugat yang tidak mengakui dapat juga melakukan eksepsi dan veeweerten principale. Eksepsi atas alasan diluar pokok perkara meliputi formalitas perkara baik pada kompetensi absolute maupun relative serta kecacatan surat gugutan dan lain sebagainya. Sedangkan veeweerten principale atas pokok perkara. Apabila eksepsi diterima maka gugatan tidak diterima. Dan penggugat dapat mengajukan gugatan baru. Dalam gugatan dapat juga dilakukan gugatan rekonpensi yaitu gugatan balik yang diajukan oleh tergugat kepada penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan. <br />4. Replik yaitu dokumen tertulis yang berisi tanggapan penggugat atas jawaban tergugat sekaligus bertahan pada gugutan awal.<br />5. Duplik yaitu tanggapan tergugat atas replik penggugat sekaligus mempertahankan jawaban. <br />6. Perkara dilanjutkan dengan pemeriksaan pembuktian. Pembuktian yang adalah : surat, saksi, pengakuan, persangkaan dan sumpah. Juga ada tambahan pembuktian yaitu pemeriksaan lapangan dan saksi ahli. Dalam perkara perdata pembuktian yang ingin dibuktikan adalah peristiwanya, beban pembuktian diberikan padak siapa yang mendalil adanya hak dan siapa yang membantah adanya hak yang dikenal dengan asas pembuktian. Baik pada penggugat maupun tergugat. <br />7. Kesimpulan adalah konklusi yang diberikan oleh penggugat dan tergugat. Setelah itu hakim akan membuat kesimpulan yang dinamakan putusan.<br />8. Putusan hakim pertama terbagi dua yaitu menerima gugatan atau tidak menerima gugatan. Terhadap menerima gugatan terhadap eksepsi yang ditolak, sedangkan tidak menerima gugatan terhadap eksepsi yang diterima. Terhadap yang gugatan penggugat yang tidak diterima dapat membuat surat gugatan baru atau upaya hukum lanjutan yaitu banding. <br />9. Terhadap gugatan yang diterima hakim akan mengeluarkan putusan mengabulkan guggatan atau menolak gugatan. Menolak gugatan berarti gugatan tidak bias dibuktikan oleh penggugat, sedangkan mengabulkan gugatan berarti penggugat dapat membuktikan perkara. Untuk gugatan yang ditolak dapat dilakukan upaya lanjutan banding. Yaitu 14 hari setelah putusan Pengadilan Negeri.<br />10. Terhadap perkara yang dikabulkan hakim. Hakim dapat mengabulkan seluruh gugatan penggugat atau sebahagian gugatan penggugat.<br />11. Upaya hukum terhadap gugatan yang dikabulkan dapat dilakukan upaya hukum biasa yiatu verzet untuk perkara verstek, (tergugat tidak datang dipersidangan) atau banding di PTN setelah 14 hari putusan Pengadilan Negeri, atau kasasi di MA setelah 14 hari putusan Pengadilan Tinggi Negeri. Perbedaan banding dan kasasi adalah tentang kewajiban memori banding atau kasasi. Untuk banding tidak diwajibkan untuk memori banding sedangkan kasasi diwajibkan memori kasasi apabila tidak diajukan kasasi ditolak. <br />12. PK upaya hukum luar biasa terhadap putusan yang inkracht van gewijsde. Dan tidak menghalangi eksekusi<br />13. Derden verzet yaitu perlawanan pihak ketiga dalam suatu perkara. </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-69166518280163146992010-10-23T07:58:00.000-07:002012-09-18T18:41:19.175-07:00ngah darwis: pengajuan gugutan perdata di Pengadilan negeri<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4beyBBzYMPK3WL-6-s7DVbSCqHg_Vo1B1cA1BCmf5l5D2y3dBzazLfqNaDbc1pnXbVqhyYLBEPRjWWnSCl9OZZMFzyUcN7vXypdKhkFbPuPeZlQzlEAlQiQowwyy3IMC-0u5fHei4WEI/s1600/index.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4beyBBzYMPK3WL-6-s7DVbSCqHg_Vo1B1cA1BCmf5l5D2y3dBzazLfqNaDbc1pnXbVqhyYLBEPRjWWnSCl9OZZMFzyUcN7vXypdKhkFbPuPeZlQzlEAlQiQowwyy3IMC-0u5fHei4WEI/s1600/index.jpeg" /></a></div>
<br />
Pejabat dilingkungan PN<br />
HAKIM <br />
PANITERA (Griffter)<br />
WAKIL PANITERA<br />
PANITERA MUDA<br />
PANITERA PENGGANTI<br />
JURU SITA<br />
JURU SITA PENGGANTI<br />
<span class="fullpost"><br />Tata cara pengajuan gugatan perdata sebagai berikut: <br />1. Surat gugatan ditujukan ke Ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan kompetensi absolute dan kompentensi relative yang dimiliki.<br />2. Surat diserahkan kepada panitera muda bidang perdata, sebagai mana diketahu bahwa panitera muda terbagi kepada panitera muda bidang pidana, bidang perdata dan bidang hukum <br />3. Membayar preskot biaya/ongkos perkara<br />4. Untuk masyarakat miskin dapat mengajukan permohonan ijin prodeo atau bebas biaya perkara kepada Ketua Pengadilan Negeri, setelah disetujui Ketua Pengadilan Negeri akan menunjuk hakim tunggal dan penetapan bebas biaya perkara di Pengadilan Negeri<br />5. Panitera selanjutnya mendaftarkan perkara dalam buku register perkara dan memberi nomor perkara, baik yang membayar ongkos perkara dan perkara prodeo untuk masyarakat miskin.<br />6. Ketua pengadilan menetapkan majelis hakim untuk perkara tersebut<br />7. Majelis hakim akan menetapkan hari persidangan perkara<br />8. Juru sita akan memanggil para pihak secara patut<br />9. Hari persidangan.</span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-59595623036325344612010-10-22T09:30:00.000-07:002010-10-22T09:31:22.470-07:00ngah darwis: Parlemen IndonesiaPandangan Rousseau yang berkeinginan untuk tetap berlanjutnya demokrasi langsung (direct democracy) sebagaimana pelaksanaannya yang berlaku pada zaman Yunani Kuno, pada kenyataannya sulit untuk dipertahankan lagi. Faktor-faktor seperti luasnya wilayah satu negara, populasi penduduk yang sangat cepat, makin sulit dan rumitnya penanganan terhadap masalah politik dan kenegaraan, serta kemajuan ilmu dan teknologi adalah merupakan persoalan yang menjadi kendala untuk melaksanakan demokrasi langsung seperti pada era globalisasi sekarang ini .<br /> Sebagai ganti dari gagasan dan pandangan Rousseau ini lahirlah demokrasi tidak langsung (indirect democracy) yang disalurkan melalui lembaga perwakilan atau yang terkenal dengan nama “Parlemen”. Lembaga perwakilan atau parlemen ini tidak sama baik sebutan maupun jenisnya, misalnya saja di Indonesia disebut “Dewan Perwakilan Rakyat”. Baik Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat pada dasarnya adalah lembaga perwakilan dari rakyat.<span class="fullpost"><br /> Kelahiran Parlemen ini pada dasarnya bukan karena gagasan dan cita-cita demokrasi akan tetapi sebagai kelicikan sistem feodal. Sebagaimana yang dikemukakan A.F Pollard dalam bukunya “The Evolution of Parliament”. Repretentation was not the off spring at democratic theory but an incident at the feodal system .<br /> Formula dari pendapat Pollard tersebut dapat kita contohkan pada Parlemen Inggris yang boleh dianggap sebagi parlemen yang tertua di dunia.<br /> Seperti diketahui bahwa pada abad pertengahan yang berkuasa di Inggris adalah Raja-raja/Kaum Bangsawan yang sangat feodalistis (monarchi feodal). Dalam bentuk kerajaan feodal kekuatan berada pada kaum feodal, dimana kaum feodal ini tidak saja menguasai tanah-tanah dalam satu wilayah tapi juga menguasai orang-orang yang ada dalam wilayah kekuasaannya dan para feodal ini bergelar Lord. Apabila satu saat Raja misalnya menginginkan adanya penambahan tentara, atau penambahan pajak maka Raja akan mengirimkan utusan/wakilnya menemui para Lord untuk menyampaikan keinginan dan maksudnya itu. Akan tetapi praktek semacam ini, menurut anggapan raja tidak layak. Oleh karena itu, timbul pemikiran dari raja lebih baik para Lord itu yang dipanggil ke pusat pemerintahan /kerajaan agar supaya apabila raja menginginkan sesuatu dari para Lord tersebut tidak perlu lagi mengirim utusan ke tempat mereka, cukup hanya dengan mengambil para Lord yang memang sudah berada di pusat/dekat dengan raja. Konsekuensinya adalah raja membentuk satu lembaga/badan yang terdiri dari para Lord dan di tambah dengan para pemuka gereja/pendeta-pendeta yang pada gilirannya lembaga/badan itu menjadi tempat bagi raja untuk meminta nasehat, petunjuk dan terutama adalah dalam hal pemungutan pajak. Secara pelan tapi pasti tugas lembaga itu makin bertambah dan selanjutnya lembaga itu menjadi permanen, lembaga yang permanen itu disebut “Curia Regis” dan kemudian menjadi House of Lords seperti yang ada sekarang ini.<br /> Melihat kekuasan lembaga ini yang semakin besar, maka raja ingin mengurangi hak-hak mereka, akibatnya timbul pertikaian antara raja dengan kaum ningrat. Dengan bantuan rakyat dan kaum menengah (borjuis/bourgeois) kepada kaum ningrat akhirnya raja mengalah, akibatnya hak-hak raja dibatasi oleh House of Lords. Karena rakyat dan kaum menengah yang senantiasa menjadi korban dari beban pajak, maka kaum menengah dan rakyat meminta kepada House of Lords agar wakil mereka juga harus diminta nasehat dan pendapatnya manakala House of Lords akan membicarakan permasalahan-permasalahan yang menyangkut pajak dan anggaran belanja. Akibat lain kemenangan dari kaum ningrat yang didukung oleh rakyat dan kaum menengah itu, maka kedudukan kaum menengah dan rakyat semakin menjadi kuat dan harus diperhitungkan. Akhirnya muncul lembaga baru yang anggotanya terdiri dari kaum menengah dan rakyat yakni yang disebut Magnum Consillium. Karena terdiri dari rakyat biasa maka lembaga ini disebut House of Commons.<br /> Selanjutnya kedua lembaga tersebut yakni House of Lords dan House of Commons disebut Parliamentum atau Parlemen yang kemudian dianggap sebagai lembaga perwakilan pertama dalam pengertian modern. Seperti sudah disebut bahwa House of Lords adalah kaum bangsawan (Lord) dan pemuka gereja/agama (pendeta-pendeta). Keanggotaan mereka dalam House of Lords adalah bersifat permanen. Sebaliknya keanggotaan kaum menengah dan rakyat yang ada dalam House of Commons adalah merupakan pilihan rakyat di daerah pemilihan mereka masing-masing. Agar supaya para wakil yang duduk dalam House of Commons itu dapat kembali terpilih maka mereka harus berusaha untuk terpilih melalui kampanye pemilihan. Untuk berkampanye maka para anggota yang sehaluan/se ide/se asas menyatukan orang-orangnya dalam satu panitia untuk mengkampanyekan mereka di daerah masing-masing agar dapat terpilih kembali sebagai anggota House of Commons. Sitem dan model yang diberlakukan ini melahirkan sistem pemilahan umum yang pertama yaitu “sistem distrik”, sedangkan yang disebut panitia berkembang menjadi “partai politik”seperti yang dikenal sekarang ini.<br /> Menyadari bahwa keberadaan mereka dalam House of Commons adalah hasil dari pilihan rakyat maka lembaga ini (House of Commons) menginginkan kekuasan yang lebih besar lagi. Menurut Maurice Duverger, para Commons dapat mengajukan usul kepada Lords agar seorang menteri atau hulubalang kerajaan dapat dihukum karena telah membuat kesalahan dalam menjalankan tugasnya.<br /> Perkembangan selanjutnya adalah bahwa House of Commons memperluas kekuasaan dan haknya untuk membebaskan menteri yang mereka tidak sukai dari kedudukannya walaupun menteri itu tidak melakukan kejahatan ataupun kesalahan. Kekuasaan yang dimiliki House of Commons tersebut dapat dilakukan melalui “mosi tidak percaya” yang dapat mengakibatkan jatuhnya atau mundurnya kabinet. Ini yang dikenal dengan sebutan Kabinet Parlementer.<br /> Menurut Maurice Duverger, parlemen semakin penting, karena tidak mau meluluskan secara permanen pemungutan pajak oleh pemerintah, sehingga raja terpaksa memanggilnya bersidang apabila setiap kali ada urusan dalam masalah keuangan, karenanya maka parlemen ini sering bersidang. Selain itu Menurut Maurice, dengan cerdik parlemen memperluas pengaruh dan jangkauan kekuasannya sebagai badan legislatif, yakni dengan merebut kekuasaan keuangan ; dijadikan kebiasaan untuk mengajukan kepada raja petisi-petisi (bill) sebelum ia meluluskan suatu bantuan/subsidi . Dengan demikian House of Commons telah memiliki alat pemaksa dan penekan yang tepat terhadap raja.<br /></span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-50103318611946583112010-10-22T09:29:00.001-07:002010-10-22T09:29:58.049-07:00ngah darwis: Reformasi Hukum IndonesiaBagaimana hukum di Indonesia Kenyataan yang berkembang saat ini kebanyakan orang akan merespon bahwa hukum di Indonesia itu berpihak kepada yang mempunyai kekuasaan, dan mempunyai uang banyak. Seperti contoh, orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya dan di dalam lembaga pemasyarakatan memperoleh fasilitas layaknya hotel. Itulah sekelumit jawaban yang menunjukan penegakan hukum di Indonesia belum dijalankan secara adil atau belum adanya equality before the law. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum.<br />Pernyataan Wakil Presiden Boediono, bahwa reformasi penegakan hukum merupakan prioritas kerja Kabinet Indonesia Bersatu, bagai oase katarsis di tengah ‘kegaduhan' proses penegakan hukum atas kasus Bibit Chandra dan Antasari Azhar. Dalam kesempatan berbicara pada peringatan Ulang Tahun ke 10 The Habibie Center (11 November 2009), Wapres Boediono menegaskan, "Banyak tugas yang harus dilakukan, tapi menurut saya yang penting harus kita lakukan adalah reformasi penegakan hukum. Ini merupakan kunci utama, agar kualitas demokrasi kita menjadi lebih baik dan kuat." Kita sepakat dengan pernyataan tersebut. Reformasi penegakan hukum merupakan salah satu pilar penting dalam menguatkan konsolidasi demokrasi.<span class="fullpost"><br />Tanpa penegakan hukum yang benar, adil, dan profesional, konsolidasi demokrasi akan terganggu. Dan, tentu berkorelasi positif dengan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, tentu, proses reformasi penegakan hukum berbasis keadilan akan memakan waktu dan memerlukan kesabaran.<br />Prioritas reformasi penegakan hukum merupakan pilihan terbaik yang mesti ditempuh oleh pemerintah. Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjamin terus berlangsungnya pemberantasan korupsi, dan sikap untuk mengganyang mafia penegakan hukum, kita yakini sebagai sikap dasar penyelenggaraan pemerintahan lima tahun ke depan. Oleh karena itu, seluruh tindakan penegakan hukum yang dilakukan secara benar, bersih, adil, dan tanpa rekayasa menjadi kepedulian kolektif bangsa. Sebagai bagian dari rakyat yang merindukan tegaknya hukum secara berkeadilan, kita memberikan apresiasi dan dukungan kuat terhadap pemerintahan SBY - Boediono. Kita percaya, reformasi penegakan hukum akan terus bergulir selama lima tahun ke depan. Kita juga percaya, bahwa dengan reformasi penegakan hukum dan sikap tegas untuk mengganyang mafia hukum, kita dapat menyelamatkan bangsa ini dari berbagai kerumitan masa depan.<br />Perjuangan menegakkan hukum dan keadilan memang tidak mudah. Banyak onak dan duri yang harus dihindari. Namun bila hal itu dilaksanakan secara bersungguh-sungguh, konsisten dan konsekuen, kita sangat yakin, ikhtiar itu akan membawa hasil yang optimal. Yaitu, tegaknya Indonesia sebagai negara hukum.<br /></span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-90208598659359491132010-10-21T10:14:00.001-07:002010-10-21T10:14:43.661-07:00ngah darwi: legislatifEra reformasi Indonesia baru bergulir pada 1998 dengan runtuhnya rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Dengan reformasi ini telah membuka pintu demokrasi, yang berkeinginan mewujudkan Indonesia baru, yang mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, walaupun pada akhirnya proses demokrasi belum berjalan dengan baik Indonesia. Namun, banyak pihak telah berupaya membangun demokrasi, baik dengan mengusung kegiatan pemberdayaan masyarakat (public empowerment) maupun dengan menyelenggarakan pelatihan bagi aparatur pemerintah mengenai tata pemerintahan yang baik (good governance), pendidikan politik bagi pemilih pemula dan generasi muda serta dengan perjuangkan pembentukan dasar hukum dan perundang-undangan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam proses formulasi kebijakan publik dan perencanaan pembangunan yang lebih baik. <span class="fullpost"><br />Reformasi hukum (legal reform) di Indonesia masih jauh dari tatanan ideal. Sebagai alat pengaturan formal, sesungguhnya hukum dapat dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan secara sistemik, mulai dari perombakan institusi (institutional reform), perombakan sistem, sampai dengan perombakan kualitas manusia Indonesia. Jika hal itu terjadi, maka hukum sudah ditempatkan pada salah satu fungsi yang sesungguhnya, yakni sebagai alat transformasi menuju arah yang lebih baik.<br />Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagai lembaga yang membentuk hukum, pada masa setelah reformasi (periode 1999-2004) telah tercatat mengesahkan 172 undang-undang dalam lima tahun. Angka ini melampaui “rekor” yang telah dicetak oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tahun 1945-1950 yang mengesahkan 135 undang-undang. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSKH) Indonesia menilai kinerja legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) buruk. Dari target 284 rancangan undang-undang (RUU) hanya 60% yang diselesaikan. <br />Dari jumlah itu diprediksi hanya 170 undang-undang. DPR sebelumnya, periode 1999-2004 berhasil menyelesaikan 172 RUU. PSKH mencatat dari 155 RUU yang telah diselesaikan 92 RUU yang memerlukan<br />pembahasan sederhana yaitu 60 pemekaran wilayah, 15 pengesahan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sehingga hanya 63 RUU atau 40% dari 155 RUU yang menempuh pembahasan normal. <br />Masyarakat sering menjadikan kuantitas undang-undang yang diproduksi, sebagai tolok ukur keberhasilan kinerja legislatif. Padahal tidak sedikit aturan yang disahkan tidak dapat diimplementasikan akibat dari kurangnya perhatian dari segi substansi dan proses pembuatannya. Jika dipandang secara menyeluruh, permasalahan yang mengakibatkan buruknya kualitas peraturan yang diproduksi oleh legislatif terletak pada empat masalah utama. Pertama, lemahnya kapasitas anggota DPR dan pemerintah dalam hal merancang peraturan (legislatif drafting), kedua cepat atau lambat proses legislasi yang dihasilkan ini terkait juga dengan kepentingan politik. Ketiga, pihak pemerintah sendiri yang memperlambat produk legislasi. <br /></span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-13023197595849461432010-10-21T10:08:00.000-07:002010-10-21T10:10:52.439-07:00ngah darwis: HAK ASASI MANUSIA SECARA KONSTITUSIONAL DALAM UUD 1945Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. <br /><br />HAK ASASI MANUSIA SECARA KONSTITUSIONAL DALAM UUD 1945<br /><br />1 PASAL 27 AYAT 1 <br />2 PASAL 27 AYAT 2 <br />3 PASAL 27 AYAT 3 <br />4 PASAL 28 <br />5 PASAL 28A <br />6 PASAL 28B AYAT 2 <br />7 PASAL 28C AYAT 1 <br />8 PASAL 28C AYAT 2 <br />9 PASAL 28D AYAT 1 <br />10 PASAL 28D AYAT 2 <br />11 PASAL 28D AYAT 3 <br />12 PASAL 28D AYAT 4 <br />13 PASAL 28E AYAT 1 <br />14 PASAL 28E AYAT 2 <br />15 PASAL 28E AYAT 3 <br />16 PASAL 28F <br />17 PASAL 28G AYAT 1 <br />18 PASAL 28G AYAT 2 <br />19 PASAL 28H AYAT 1<span class="fullpost"> <br />20 PASAL 28H AYAT 2 <br />21 PASAL 28H AYAT 3 <br />22 PASAL 28H AYAT 4 <br />23 PASAL 28I AYAT 1 <br />24 PASAL 28I AYAT 2 <br />25 PASAL 28I AYAT 3 <br />26 PASAL 28I AYAT 4 <br />27 PASAL 28J AYAT 1 <br />28 PASAL 29 AYAT 2 <br />29 PASAL 30 AYAT 1 <br />30 PASAL 31 AYAT 1 <br />31 PASAL 31 AYAT 2 <br />32 PASAL 31 AYAT 4 <br />33 PASAL 32 AYAT 1 <br />34 PASAL 32 AYAT 2 <br />35 PASAL 34 AYAT 1 <br />36 PASAL 34 AYAT 2 <br />37 PASAL 34 AYAT 4 <br /><br />KLASIFIKASI dalam UU 39/1999 tentang HAM<br />1. Hak untuk Hidup <br />2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan <br />3. Hak Mengembangkan Diri <br />4. Hak Memperoleh Keadilan <br />5. Hak Atas Kebebasan Pribadi <br />6. Hak atas Rasa Aman <br />7. Hak atas Kesejahteraan <br />8. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan <br />9. Hak Wanita <br />10. Hak Anak <br /></span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-20641187914155930532010-10-17T22:38:00.000-07:002010-10-17T22:40:01.487-07:00Ngah darwis: Silabus Hukum Antar Tata HukumI. Tujuan<br />Agar mahasiswa mengetahui dan memahami hakikat tata hukum dan permasalahannya serta akibatnya dalam pelaksanaan hukum di Indonesia. <br />II. Materi<br />Pendahuluan <br />• Sistem hukum Indonesia<br />• Keanekaragama sistem hukum Indonesia<br />Pengertian, Istilah dan ruang lingkup HATAH<br />• Conflict of law<br />• Hukum perselisihan <br />• Hukum pertikaian <br />• Hukum antar tata hukum<br />• Ruang lingkup HATAH<br />Landasan Teori HATAH <br />• Logemann<br />• Hans kalsen <br />Pembagian HATAH<br />• Hatah intern <br />• Hatah ekstern<br />Hukum Antar Waktu<br />• Perumusan <br />• Skema <br />• Persoalan <br />Hukum Antar Tempat <br />• Perumusan <br />• Skema <br />• Persoalan <br />Antar Golongan<br />• Perumusan<br />• Skema <br />• Persoalan <br />Titik pertalian <br />• Pasal 131 dan 163 IS<br />• Titik taut primer <br />• Titik taut skunder <br />Kewarganegaran Domisili <br />• Prinsip domisili<br />• Prinsip domisili indonesia<br />Perkawinan campuran dan pemeliharaan anak <br />• Rumusan Perkawian campuran<br />• Penyelesaian Pemeliharan anak<br />Renvoi dan Kualifikasi <br />• Alasan renvoi <br />• Renvoi di beberapa negara<br />• Adminstratif renvoi di indonesia<br />• Kualifikasi menurut lex fori<br />• Kualifikasi menurut let causae<br />• Kualifikasi otonom<br />• Kualifikasi primer dan skunder <br />Pilihan hukum <br />• Prinsip pilihan hukum<br />• Macam-macam pilihan hukum<br />• Alasan pro dan kontra pilihan hukum<br />Ketertiban Umum <br />• Rumusan ketertiban umum<br />• Ketertiban umum internasional<br />• Perubahan ketertiban umum<br />Penyelundupan Hukum dan perbuatan melawan hukum<br />• Hungan dengan ketertiban umum<br />• Contoh penyeludupan hukum<br />• Perbuatan melawan hukum dalam HATAH<br />UJIAN AKHIR SEMESTER<br /><br />III. Referensi<br />1. Sudargo Gautama, Hukum Antar Tata Hukum (Kumpulan Karangan), Bandung: Alumni, 1996<br />2. Sudargo Gautama, Hukum Antar Golongan Suatu Pengantar, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993<br />3. Sudargo Gautama, Bunga Rampai Hukum Antar Tata Hukum, Bandung: Alumni, 1993<br />4. Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jakarta: Binacipta, 1987<br />5. Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku 1, Bandung: Alumni, 1992<br />6. Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku 2, Bandung: Eresco, 1986.<br />7. Sunarjati Hartono, Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum antar Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991<br />8. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Antar Golongan di Indonesia, Bandung: Sumur, 1976.<br /><span class="fullpost"></span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-29598700705809367272010-10-17T22:35:00.000-07:002010-10-17T22:37:06.819-07:00ngah darwis: PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN dari berbagai sumberSEJARAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2006 <br />Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Lahirnya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban yang memakan waktu cukup panjang ini ditujukan untuk memperjuangkan diakomodasinya hak-hak saksi dan korban dalam proses peradilan pidana. Berbeda dengan beberapa negara lain, inisiatif untuk membentuk Undang-Undang perlindungan bagi saksi dan korban bukan datang dari aparat hukum, polisi, jaksa, atau pun Pengadilan yang selalu berinteraksi dengan saksi dan korban tindak pidana, melainkan justru datang dari kelompok masyarakat yang memiliki pandangan bahwa saksi dan korban sudah saatnya diberikan perlindungan dalam sistem peradilan pidana. Di samping itu, minimnya perhatian yang serius oleh aparat penegak hukum terhadap saksi-korban membuat RUU ini harus selalu didesakkan hampir setiap tahun sejak 2001 hingga 2005 agar masuk dalam rencana Prolegnas.<br />Gagasan untuk menghadirkan undang-undang perlindungan saksi dan korban dimulai pada tahun 1999, di mana beberapa elemen masyarakat mulai mempersiapkan perancangan undang-undang perlindungan saksi. Hal ini kemudian disusul dengan adanya naskah akademis tentang undang-undang perlindungan saksi dalam proses peradilan pidana. Naskah akademis ini kemudian menghasilkan RUU perlindungan saksi.<br />Selanjutnya, tahun 2001 undang-undang perlindungan saksi diamanatkan untuk segera dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Juni 2002 Badan Legislasi DPR RI mengajukan RUU Perlindungan Saksi dan Korban yang ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai fraksi sebagai RUU usul inisiatif DPR.<br />Indonesia meratifikasi UN Convention Against Corruption pada tahun 2003. Dalam pasal 32 dan 33 konvensi ini disebutkan bahwa kepada setiap negara peratifikasi wajib menyediakan perlindungan yang efektif terhadap saksi atau ahli dari pembalasan atau intimidasi termasuk keluarganya atau orang lain yang dekat dengan mereka. Awal 2005 Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) yang disusun oleh Bappenas menjadwalkan pembahasan RUU Perlindungan Saksi pada triwulan kedua 2005. Februari 2005 Rapat Paripurna ke 13 DPR RI Peridoe 2004-2009, telah menyetujui Program Legislasi Nasional. Salah satu RUU yang diprioritaskan untuk segera dibahas adalah RUU Perlindungan Saksi. Sepuluh fraksi di DPR RI memandang bahwa RUU Perlindungan Saksi memiliki peran strategis dalam upaya penegakan hukum dan memciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi.<span class="fullpost"><br />Akhirnya Juni 2005 RUU Perlindungan Saksi dan Korban disampaikan dalam surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. Lalu, tanggal 30 Agustus 2005 Presiden mengeluarkan surat penunjukan wakil untuk membahas RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menugaskan Menteri Hukum dan HAM mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut. Januari 2006 pemerintah yang diwakili Departemen Hukum dan HAM menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah, tentang RUU Perlindungan Saksi dan Korban kepada DPR RI. Awal Februari 2006 komisi III DPR RI membentuk Panitia Kerja yang terdiri dari 22 orang untuk membahas RUU Perlindungan Saksi dan Korban. Pada bulan Juli 2006, Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU Perlindungan Saksi dan Korban. Sepuluh fraksi di DPR RI mendukung keberadaan UU tersebut. <br />Pada tanggal 11 Agustus 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64). Salah satu amanat yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban ini adalah pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dibentuk paling lambat setahun setelah UU Perlindungan Saksi dan Korban disahkan. Dalam perkembangan selanjutnya, LPSK dibentuk pada tanggal 8 Agustus 2008. Di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri namun bertanggung jawab kepada Presiden. Disebutkan pula bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua tahap proses peradilan pidana. Tujuan Undang-undang ini adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana.<br />“Tanpa kesaksian dari korban atas tindakan kekerasan yang dialaminya, hukum dan keadilan tidak dapat ditegakkan. Tanpa sistem periindungan yang efektif bagi pihak yang mau bersaksi, tidak akan ada korban kekerasan yang mengungkapkan kejahatan yang diaiaminya kepada penegak hukum.”<br /><br />SIAPAKAH ITU SAKSI DAN KORBAN?<br />Menurut UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, saksi adalah seseorang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/atau ia alami sendiri.<br />Hal ini senada dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Saksi dinyatakan sebagai orang yang hendak memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan atau ia alami sendiri.<br />Korban dinyatakan sebagai seseorang yang mengalami penderitaan fisik maupun mental serta kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan pengertian keluarga korban adalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus, atau mempunyai hubungan darah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga, atau mempunyai hubungan perkawinan dengan korban dan atau orang-orang menjadi tanggungan korban.<br /><br />MENGAPA SAKSI HARUS DILINDUNGI SECARA HUKUM?<br />Keterangan yang diberikan korban/saksi memainkan peran kunci bagi keberhasilan suatu tuntutan peradilan, sehingga para pelaku kejahatan sering mencoba melakukan upaya-upaya khusus, termasuk memberi janji-janji muluk ataupun intimidasi langsung, guna mencegah korban memberikan kesaksiannya. Perlindungan bagi saksi dan korban harus didasarkan pada undang-undang agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara nasional.<br />Istilah perlindungan adalah bentuk perbuatan untuk memberikan tempat bernaung atau berlindung bagi seseorang yang membutuhkan sehingga merasa aman terhadap ancaman sekitarnya. Pengertian perlindungan ini hampir sama pengertiannya dengan pengertian perlindungan dalam PP No. 2 tahun 2002 yang menyatakan bahwa perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajin dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.<br />Secara spesifik/ tujuan dari pemberian perlindungan khusus bagi saksi dan korban adalah untuk:<br />1. Mendorong korban/saksi kekerasan untuk berperan serta dalam proses investigasi dan penuntutan hukum melalui adanya peraturan/prosedur yang menciptakan rasa aman secara fisik dan psikologis.<br />2. Mengurangi trauma yang dialami korban/saksi<br />3. Melindungi korban/saksi dari kekerasan, serangan pembalasan ataupun stigmatisasi.<br />4. Menghasilkan penghukuman bagi yang bersalah melakukan kejahatan.<br />Semua upaya ini dilakukan tanpa mengurangi peluang yang wajar bagi pihak tertuduh untuk melakukan pembelaan diri.<br /><br />DASAR HUKUM PERLINDUNGAN SAKSI/KORBAN<br />• UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM untuk saksi dan korban pelanggaran HAM Pasal 34 (1) ”setiap korban dan saksi dalam pelanggaran HAM berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, terror dan kekerasan dari pihak manapun. Ayat (2)”perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma<br />• UU No. 31/1999 ttg Tindak Pidana Korupsi untuk saksi kasus korupsi.<br />• UU N0.30/2002 ttg Komisi PemberantasanUndang-undang Korupsi ”KPK wajib untuk memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana <br />• PP NO.2/2002 Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM bearat. ”setiap korban dan saksi dalam pelanggaran berhak mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum dan keamanan dalam bentuk perlindungan atas keamanan pribadi korban dan saksi dari ancaman fisik dan mental, perlindungan terhadap identitas korban dan saksi serta pemberian keteranagn sat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa tatap muka dengan terdakwa<br />• UU No.13/2006 Undang-undang No. 13/2006 telah mengatur Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban secara khusus dan tidak berada di bawa Kepolisian. Dari 46 pasal yang ada dalam undang-undang tersebut sebanyak 17 pasal (40 %) mengatur tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban<br /><br />BAGAIMANA PERLINDUNGAN SAKSI/KORBAN DIBERIKAN?<br />Perlindungan bagi saksi/korban yang bersifat menyeluruh harus mencakup lima tahapan yang dilalui saksi/korban, yaitu: tahap pertolongan pertama (gawat darurat) (ketika peristiwa baru saja terjadi), tahap investigasi, tahap pra persidangan, tahap persidangan serta tahap pasca persidangan (setelah putusan akhir). Perlindungan bagi saksi/korban merupakan tanggung jawab perangkat penegak hukum/ pemerintah maupun masyarakat.<br />Prinsip-prinsip perlindungan bagi saksi/korban mencakup:<br />1. Keamanan saksi/korban harus menjadi pertimbangan utama dalam memutuskan langkah yang akan diambil oleh pihak yang menangani kasus,<br />2. Korban adalah pengambil keputusan akhir menyangkut tingkat dan lingkup keterlibatannya dalam keseiuruhan proses penanganan kasusnya.<br />3. Korban wajib mendapatkan informasi yang benar dan lengkap agar dapat membuat pilihan terbaik bagi dirinya.<br />4. Tidak dibenarkan untuk mempersalahkan saksi/korban atas kejahatan yang dialaminya.<br />5. Sistem perlindungan dan dukungan bagi saksi/korban harus bersifat komprehensif atau menyeluruh.<br />6. Langkah-langkah perlindungan dan dukungan bagi saksi/korban harus sating terkoordinasi satu sama lainnya, baik yang dijalankan oleh penegak hukum, organisasi masyarakat, institusi kesehatan maupun lembaga publik lainnya,<br />7. Perlindungan saksi juga berlaku bagi saksi yang meringankan guna menjamin prinsip keadilan bagi pihak tertuduh.<br />Unsur-unsur sistem perlindungan saksi/korban yang komprehensif:<br />1. Adanya mekanisme perlindungan bagi saksi/korban dalam lembaga peradilan.<br />2. Adanya pembaruan peraturan-perundangan, termasuk tentang prosedur persidangan dan aturan pembuktian baru yang kondusif untuk penegakan HAM. termasuk hak-hak korban kejahatan.<br />3. Adanya protokol-protokol yang dirumuskan dan disepakati bersama oleh lembaga peradiian dan organisasi masyarakat pendamping korban untuk menjamin koordinasi upaya perlindungan dan pemberdayaan.<br />4. Adanya pelatihan bagi polisi, jaksa, hakim dan panitera pengadilan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan menjalankan sistem perlindungan bagi saksi/korban dengan baik.<br />5. Adanya kemudahan bagi korban untuk memperoleh layanan pendampingan, termasuk konseiing trauma, untuk pemulihan dan pemberdayaan korban kendatipun mereka memilih untuk tidak menempuh jalur hukum.<br />Dengan demikian, sistem perlindungan saksi/korban yang komprehensif mensyaratkan keterlibatan tiga pihak yang berbeda, yaitu:<br />1. Negara, terutama lembaga penegak hukum<br />2. Lembaga penyedia Iayanan masyarakat, <br />3. Masyarakat di lingkungan tempat tinggal korban/saksi<br />Pemberian hak-hak kepada saksi dan korban dapat berupa: <br />• Perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, tengah atau telah diberikannya atas suatu perkara pidana;<br />• Hak untuk memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;<br />• Hak untuk mendapatkan nasihat hukum;<br />• Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan;<br />• Hak untuk mendapatkan penterjemah;<br />• Hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat;<br />• Hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;<br />• Hak untuk mendapatkan informasi mengenai keputusan pengadilan;<br />• Hak untuk mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;<br />• Hak untuk mendapatkan identitas baru;<br />• Hak untuk mendapatkan tempat kediaman baru (relokasi); dan/atau<br />• Hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.<br /><br /><br /><br />LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN <br />Setahun LPSK telah hadir untuk berkiprah dalam dunia penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Pada fase-fase awal berdirinya LPSK, terdapat banyak tantangan dan hambatan baik yang bersifat administratif maupun substantif. Usaha-usaha untuk menyusun fondasi kelembagaan telah dimulai dengan menyusun Rencana Strategis LPSK. Dokumen tersebut menjabarkan aspek konseptual dalam perencanaan strategis organisasi, aspek strategi kebijakan organisasi dalam jangka waktu lima tahun, serta aspek strategi implementasi dalam pelaksanaan program. Bahwa proses-proses tersebut telah diperhitungkan sebagai strategi pengembangan kelembagaan yang menjadi prioritas kebijakan LPSK, khususnya ditahun-tahun awal ini. Melalui Rencana Strategis LPSK telah menetapkan visi dan misi dalam rentang waktu lima tahun pertamanya yakni:<br />Visi <br />Terwujudnya perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana<br /><br />Misi <br />Dalam rangka mewujudkan visi di atas, Lembaga Saksi dan Korban memiliki misi sebagai berikut :<br />1. Mewujudkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak bagi saksi dan korban dalam peradilan pidana.<br />2. Mewujudkan kelembagaan yang profesional dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak bagi saksi dan korban <br />3. Memperkuat landasan hukum dan kemampuan dalam pemenuhan hak-hak saksi dan korban<br />4. Mewujudkan dan mengembangkan jejaring dengan para pemangku kepentingan dalam rangka pemenuhan hak saksi dan korban<br />5. Mewujudkan kondisi yang kondusif serta partisipasi masyarakat dalam perlindungan saksi dan korban <br /><br />Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya, LPSK telah menyusun struktur organisasi yang dibagi kedalam lima bidang yang mengacu pada tugas pokok dan kewenangan lembaga maupun yang mencerminkan orientasi pada fungsi. Kelima bidang tersebut adalah sebagai berikut :<br />1. Bidang Perlindungan <br />2. Bidang Kompensasi, Restitusi, dan Pemberian Bantuan bagi Korban<br />3. Bidang Hukum, Diseminasi, dan Hubungan Masyarakat.<br />4. Bidang Pengawasan, Penelitian-Pengembangan, dan Pelaporan<br />5. Bidang Kerjasama dan Pendidikan Latihan<br /><br />Sejak awal berdirinya LPSK telah masuk permohonan-permohonan untuk pemberian perlindungan. Sehari-harinya, saat ini dipergunakan SOP sementara sembari menemukan pola prosedur yang memadai melalui pengalaman-pengalaman praktik pemberian pelayanan perlindungan di tahun pertama ini. Dalam melaksanakan dua tugas tersebut secara paralel (pemberian layanan dan pembentukan SOP), pada praktiknya dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksanaannya. LPSK juga melakukan monitoring pelaksanaan persidangan pada kasus-kasus yang dianggap penting dimana posisi saksi dan korban dalam proses peradilan pidana ditengarai memiliki posisi yang cukup rentan dari ancaman dan tekanan. <br /><br /> <br /><br />Selama tahun pertama LPSK bekerja telah menerima 61 permohonan. Dari 61 permohonan tersebut, 3 diantaranya merupakan permohonan kompensasi/ restitusi. 5 permohonan telah masuk dalam program perlindungan saksi, dan lainnya sekitar 6 permohonan sedang dalam proses penelahaan, investigasi/ monitoring. 5 permohonan sedang menunggu kelengkapan berkas. 28 permohonan ditindaklanjuti dengan pengiriman surat kepada lembaga/ instansi lainnya yang berwenang. Sedangkan 14 permohonan dinyatakan tidak dapat masuk kedalam program perlindungan saksi. <br /></span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-12977465332950748642010-10-15T06:41:00.000-07:002010-10-17T20:44:05.897-07:00ngah darwis: Korupsi dalam Islam<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_4LGOQHVsRTQ/TLhah3C74PI/AAAAAAAAADk/B_B0Z7gFLO8/s1600/Picture+004.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_4LGOQHVsRTQ/TLhah3C74PI/AAAAAAAAADk/B_B0Z7gFLO8/s320/Picture+004.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5528268080355729650" /></a><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />Di negara yang demokratis, penyelenggaraan Pemilu diupayakan untuk mandiri dari proses politik dan pemerintahan. Hal ini disebabkan karena di satu pihak, tidak diinginkan adanya intervensi dari proses politik dan pemerintahan terhadap hasil Pemilu. Di lain pihak, proses pemerintahan diharapkan berjalan tanpa dipengaruhi oleh atau dimanfaatkan untuk kepentingan pemenangan Pemilu. Hal inilah yang menjadi dasar pemisahan antara rezim Pemilu dengan rezim Pemerintahan. <br />Oleh karena itu salah satu prasyarat penting dalam penyelenggaraan Pemilu di negara demokrasi adalah bahwa penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan oleh lembaga yang mandiri dari pemerintah. Hal ini telah terjamin dalam UUD 1945 Pasal 22 (5) yang menggariskan bahwa : Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Namun dalam UUD 1945 sendiri, pemisahan antara rezim Pemilu dengan rezim Pemerintahan belum sempurna. Hal ini tampak dari penempatan pengaturan Pemilu Presiden yang dalam UUD 1945 berada dalam bab kekuasaan pemerintahan.<br />Pemilihan umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan satu-satunya komisi negara yang mempunyai legalitas dan tanggung jawab sangat tinggi tinggi terhadap proses pemilu. KPU bukan sebuah lembaga yang berada dibawah struktur pemerintah daerah tetapi mitra kerja sama. Undang-undang secara implisit menghendaki kehadiran KPU sebagai lembaga yang independen dan dipercaya publik. Tugas membangun KPU sebagai lembaga yang dipercaya publik merupakan tugas yang sangat berat. Untuk itu KPU harus dibangun oleh orang-orang yang secara personal integritas dan moralitasnya sudah terbangun dan dipercaya oleh publik. Selain itu, perlu dibangun hubungan transparansi antara KPU dan masyarakat untuk mengontrol proses kerja KPU. <br />Keputusan KPU No. 68 tahun 2003 tangal 25 Maret 2003 secara tegas merumuskan arah kebijakan dalam proses rekrukmen Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Kabupaten/kota untuk mewujudkan KPU yang dipercaya publik. KPU pusat menterjemahkan anggota KPU sebagai pekerja professional yang mengerti tentang kerja-kerja teknis dan menejemen pelaksanaan pemilihan umum. <br /><span class="fullpost"> <br />Untuk itu pada kesempatan ini penulis, ingin memberikan pemaparan terkait hal tersebut diatas, agar dapat menjadi tambahan pengetahuan dibidang pemilihan umum, dengan tujuan, apakah yang menjadi dasar pelaksanaan pemilu di Indonesia dan penerapan kedaulatan ditangan rakyat adalah bentuk demokrasi Indonesia. <br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />A. Sejarah Pemilihan Umum Di Indonesia <br />Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil presiden diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.<br />Pemilu dalam kata lain adalah suksesi berasal dari bahasa Inggris succession yang berarti the raight, act, or process by which on person succeds to the office, rank, estate or the like, of another. Suksesi kepemimpinan nasional berarti penyegaran atau pergantian unsur-unsur kepemimpinan. <br />Sejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2010 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum sebanyak sepuluh kali, yaitu dimulai tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009.<br />Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Sebelumnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab. Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang – meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree. <br />Pemilu 1971, Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.<br />Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga partai politik. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. <br />Pemilu 1999, Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.<br />Pemilihan Umum 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.<br />Pemilu 2009 diikuti oleh semua Parpol yang memiliki kursi di DPR dan Parpol baru yang berstatus badan hukum dari Dephukham yang lolos verifikasi KPU, yang keseluruhannya berjumlah 44 Partai Politik, termasuk 6 Partai Politik Lokal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan peserta Pemilu tahun 2004 yang berjumlah 24 Partai Politik. Dari 38 partai politik nasional, hanya 9 partai yang memenuhi Parliamentary Threshold yang dilaksanakan berdasarkan ketetapan dalam Bab XIII Pasal 204 -212, UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, ambang batas perolehan suara 2,5 persen. Sementara 29 partai lainnya harus tersingkir. Berikut perolehan 9 partai politik tersebut secara lengkap. Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI P, PKS, PAN , PPP , PKB, Gerindra dan Hanura.<br /> <br />B. Undang-Undang Pemilihan Umum<br />Selain tercantum dalam UUD 1945, masalah mengenai pemilihan umum juga diuraikan secara sistematis dalam suatu undang-undang yang disusun secara bersama oleh DPR dan Presiden. Undang-undang tentang Pemilihan Umum yang berlaku saat ini adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang ini merupakan pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2000 karena undang-undang lama tersebut dianggap sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan perkembangan dinamika masyarakat. Dijelaskan dalam Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2003 bahwa perubahan yang terjadi pada UUD 1945 Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar” bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut UUD.<br />Berdasarkan perubahan tersebut, seluruh anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dipilih melalui pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Melalui pemilu tersebut akan lahir lembaga perwakilan dan pemerintahan yang demokratis. <br />Tujuan dari diselenggarakannya pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945. <br />Dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pemilihan umum (pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Peserta pemilu adalah partai politik untuk calon anggota legislatif danperseorangan untuk calon anggota DPD yang telah memenuhi persyaratan sesuai UU No. 12 Tahun 2003. Sebagai sebuah negara demokrasi, Indonesia memberikan hak yang sama bagi semua warganya yang memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Menurut Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2003, untuk dapat didaftar sebagai pemilih dan menggunakan hak memilihnya dalam pemilu, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) harus sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin, tidak sedang terganggu jiwanya, dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan untuk menjadi calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, menurut Pasal 60 UU No. 12 Tahun 2003, seorang WNI harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:<br />1. Berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.<br />2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa.<br />3. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />4. Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia.<br />5. Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat.<br />6. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.<br />7. Bukan bekas anggota Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya.<br />8. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap<br />9. Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.<br />10. Sehat jasmani dan rohani<br />11. Terdaftar sebagai pemilih. <br />Mengenai peserta pemilu dari partai politik diuraikan dengan jelas dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2003. Sedangkan tata cara tentang peserta pemilu dari perseorangan diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 UU No.12 Tahun 2003. Berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, DPR bersama Presiden juga menyusun UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik sebagai pengganti UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perubahan ketatanegaraan.<br />Dalam Penjelasan atas UU No. 31 Tahun 2002 diuraikan bahwa pembentukan, pemeliharaan, dan pengembangan partai politik pada dasarnya merupakan salah satu pencerminan hak warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat. Melalui partai politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Partai politik merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem politk demokrasi. <br />Partai politik mempunyai fungsi sebagai sarana pendidikan politik, sosialisasi politik, komunikasi politik, dan rekrutmen politik. Melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, partai politik diharapkan dapat meningkatkan kesadaran politik masyarakat serta merekatkan berbagai golongan dalam masyarakat demi mendukung persatuan nasional, mewujudkan keadilan, menegakkan hukum, menghormati hak asasi manusia, dan menjamin terciptanya stabilitas keamanan. Pasal 1 UU No. 31 Tahun 2002 mendefinisikan partai politik sebagai organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. <br />Secara umum, tujuan partai politik adalah mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. <br /><br />C. Penyelenggara Pemilihan Umum <br />Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.<br />Menurut UU No. 12 Tahun 2003 Pasal l5 dinyatakan bahwa: (1) Pemilu diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. (2) KPU bertanggungjawab atas penyelenggaraan Pemilu. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, KPU menyampaikan laporan dalam tahap penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan DPR. Dan Menurut UU No 3 tahun 1999 dirubah UU No 4 tahun 2000 tentang pemilu Pasal 8 bahwa Penyelenggaraan Pemilihan Umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang independen dan non-partisan . <br />Pada Pasal l6 UU No. 12 Tahun 2003<br />(1) Jumlah anggota :<br />a. KPU sebanyak-banyaknya 11 orang;<br />b. KPU Provinsi sebanyak 5 orang;<br />c. KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 orang.<br />(2) Keanggotaan KPU terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, dibantu seorang wakil ketua merangkap anggota, dan para anggota.<br />(3) Ketua dan wakil ketua KPU dipilih dari dan oleh anggota.<br />(4) Setiap anggota KPU mempunyai hak suara yang sama. <br /><br />Pasal 17 UU No. 12 Tahun 2003<br />(1) Struktur organisasi penyelenggara Pemilu terdiri atas KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.<br />(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah pelaksana Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan bagian dari KPU.<br />(3) Dalam menjalankan tugasnya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai sekretariat.<br />(4) Pola organisasi dan tata kerja KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) ,dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usul KPU sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan.<br />(5) Dalam pelaksanaan Pemilu, KPU Kabupaten/Kota membentuk PPK dan PPS.<br />(6) Dalam melaksanakan pemungutan suara di TPS, PPS membentuk KPPS.<br />(7) Tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir 2 (dua) bulan setelah hari pemungutan suara.<br />(8) Tugas PPS dan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir 1 (satu) bulan setelah hari pemungutan suara.<br />(9) Dalam pelaksanaan Pemilu diluar negeri, KPU membentuk PPLN dan selanjutnya PPLN membentuk KPPSLN.<br />(10) Tugas PPLN dan KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berakhir 1 (satu) bulan setelah hari pemungutan suara.<br />(11) Untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu, KPU membentuk Pengawas Pemilu.<br />Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:<br />(1) Merencanakan penyelenggaraan KPU.<br />(2) Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu.<br />(3) Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilu.<br />(4) Menetapkan peserta pemilu<br />(5) Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.<br />(6) Menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara.<br />(7) Menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.<br />(8) Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.<br />(9) Melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang. <br />Menurut Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2003, Komisi Pemilihan Umum berkewajiban :<br />(1) Memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan setara guna menyukseskan Pemilu;<br />(2) Menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan;<br />(3) Memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris KPU berdasarkan peraturan perundang-undangan;<br />(4) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;<br />(5) Melaporkan penyelenggaraan Pemilu Kepada Presiden selambat lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD:<br />(6) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN; dan<br />(7) Melaksanakan kewajiban lain yang diatur undang-undang. <br />Asas penyelenggara pemilu menurut UU No. 22 tahun 2007, Pasal 2 yaitu: <br />1. Mandiri; <br />2. Jujur; <br />3. Adil;<br />4. Kepastian hukum;<br />5. Tertib penyelenggara pemilu; <br />6. Kepentingan umum; <br />7. Keterbukaan; <br />8. Proporsionalitas; <br />9. Profesionalitas; <br />10. Akuntabilitas; <br />11. Efisiensi; dan <br />12. Efektivitas. <br />D. Pemilihan Umum Demokrasi Kedaulatan Rakyat <br />Demokrasi secara klasik bermanka pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, demokrasi adalah konsep yang popular, bahkan dipandang sebagai jalan yang paling mungkin untuk menciptakan suatu tatanana pemerintahan yang menjanjikan keadilan. <br />Demokrasi menempatkan rakyat pada posisi yang terhormat pemilik kedaulatan, pejabat hanyalah orang suruhan rakyat. Atau mendapat mandat dari rakyat. Pelaksanaan demokrasi memerlukan dua syarat penting dan mendasar yaitu : pertama, syarat internal bagi kalangan masyarakat, demokrasi hanya dapat tercapai secara wajar dan benar, bila rakyat berada dalam kesadaran politik yang mandiri, sedangkan yang kedua, syarat eksternal, berupa kondisi yang mendukung posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan, kondisi itu dapat berupa: jaminan pengakuan atas hak – hak dasar bagi rakyat dan badan-badan formal yang menyalurkan aspirasi masyarakat, badan yang bebas dari interpensi dari pihak manapun. <br />Dalam UUD 1945 pasca amandemen sistem politik Indonesia berdasarkan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan (3), UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD dan Negara Indonesia adalah negara hukum, dengan demikan tatanan dan kelembagaan politik, baik pada wilayah suprastruktur maupun infrastruktur harus dijalankan berdasarkan atuaran hukum yang demokratis. <br />Pemilu adalah institusi pokok pemerintahan perwakilan yang demokrasi, karena dalam demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan dari mereka yang diperintah . Pemilihan umum merupakan amanat dari UUD 1945 sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Negara Republik Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang berbentuk republik dan menjalankan pemerintahan dalam bentuk demokrasi. Dalam pokok pikiran ketiga Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 terkandung bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam Undang-undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan. <br />Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran Presiden adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR. <br />Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” serta Pasal 22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.” Dalam Pasal 6A UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya berbunyi:<br />(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.<br />(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.<br />(4) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. <br />UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah:<br />(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.<br />(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.<br />(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.<br />(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah perseorangan. <br />(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.<br />(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang. <br /><br /> <br />BAB III<br />KESIMPULAN<br />Berdasarkan Uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut :<br />1. Sejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2010 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum sebanyak sepuluh kali, yaitu dimulai tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009.<br />2. Pemilihan Umum adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil presiden diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.<br />3. Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.<br />4. Pemilihan umum merupakan amanat dari UUD 1945 sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.<br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-68185842906692101502010-10-15T06:38:00.000-07:002010-10-17T20:45:33.759-07:00ngah darwis: donasi darahBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta. <br />Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hukum Islam tersebut digali dari dalil-dalilnya yang terperinci, yaitu al-Qur’an, sunnah dan lainnya yang diratifikasikan kepada kedua sumber asasi tersebut.<br />Al-Qur’an dan Sunnah, secara jelas maupun samar-samar sesungguhnya mengandung keseluruhan hukum Islam. Hanya saja yang samar-samar inilah yang perlu digali lebih lanjut dengan menggunakan kemampuan ijtihad. Dan ini terus dilakukan oleh para ahli hukum Islam sepanjang sejarah. Secara umum dapat dikatakan bahwa agar ijtihad tidak menyimpang dari garis yang telah ditentukan, para mujtahid telah membuat semacam aturan dalam bentuk norma atau kaidah yang dikenal dengan sebutan ushul fiqh. <br />Disini pula digunakan dalam memahami hukum Islam dalam bidang kesehatan, seperti diketahu bahwa Islam merupakan agama yang mencintai kebersihan, dengan menyatakan bahwa kebersihan merupakan bagian dari iman. Ini merupakan bukti keseriusan Islam akan pentingnya arti kesehatan bagi manusia. Dalam Islam dikenal maqosid al syariah yang memberi arti bahwa ajaran agama Islam bertujuan untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda umat manusia di dunia ini.<span class="fullpost"><br />Pada masa kontemporer saat ini, dimana teknologi canggih dengan informasi yang cepat berkembang dan persoalan umat terus berkembang lantas bagaimanakah hukum donor darah bagi kaum muslim, Islam melarang untuk melakukan pengobatan dengan yang haram, sedangkan darah dikategorikan sebagai najis. Lantas apakah haram melakukan donor darah dalam pandangan Islam, dan bagaimanakan praktek jual beli darah?. Jika dibenarkan apakah yang menjadi dasar pembenaran atau kebolehan donor darah dalam Islam ini yang akan dibahas dalam makalah ini. <br /><br /><br /><br /> <br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br /><br />Pembahasan donasi darah serta pembahasan lainnya dalam bidang kesehatan telah lama menjadi kajian hukum Islam dan pembahasan para ulama mujtahid, hal ini disebabkan Islam merupakan ajaran yang universial dan berlaku untuk semua zaman walaupun telah mengalamai perubahan dan perkembangan masalah yang dihadapi manusia. Dengan bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah serta ijtihad bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap donor darah akan dibahas dalam kajian makalah ini.<br />A. Pengertian Donasi Darah<br />Secara bahasa donasi diartikan dengan derma, hadiah, sokongan tetap, uang perkumpulan penderma . Sedangkan darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahsa yunani haima yang berarti darah. <br />Donor darah atau transfusi darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (donor) ke dalam sistem peredaran darah seseorang yang lain (resipien). Transfusi darah adalah proses pekerjaan pemindahan darah dari orang yang sehat kepada orang yang sakit, yang bertujuan untuk: <br />1. Menambah jumlah darah yang beredar dalam badan orang yang sakit yang darahnya berkurang karena sesuatu sebab, misalnya pendarahan, operasi, kecelakaan dan sebab lainnya. <br />2. Menambah kemampuan darah dalam badan si sakit untuk menambah/membawa zat asam.<br />B. Hukum Tentang Darah Dalam Islam<br />Kajian tentang darah dalam buku fiqh masuk pada pembahasan bab thaharah tentang najis. Sesuai dengan firman Allah ayat al-Baqarah ayat 173.<br /> • • <br /><br />Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.<br /><br />Berdasarkan ayat diatas jelas tentang keharaman memakan darah, dan memakan yang dilarang dalam ayat tersebut. Namun disambung juga dalam ayat tersebut apabila dalam keadaan terpaksa tiada dosa baginya. Inilah yang dinamakan Ruskhsah dalam Islam yakni keringan jika terdapat keterpaksaan dan ketidaktahuan sesuatu masalah. Keadaan terpaksa ini dalam buku halal dan haram dijelaskan dengan makna tidak sengaja dan tidak melewati batas. Dalam artian tidak sengaja mencari kelezatan terhadap yang diharamkan, dan tidak melewati batas ukuran keterpaksaan itu sendiri. <br />C. Hukum Penjualan Darah <br />Dalam Islam menjual sesuatu yang haram hukumnya adalah haram. Hal ini ditimbulkan dari konsep ”apa pun kebiasaan yang berlaku, jika membawa kepada perbuatan maksiat adalah dilarang dalam Islam”. Ini didasari oleh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang menyatakan: <br />ان الله ورسوله حرما بيع الخمر الميتة وخنزير الاصنام<br />Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya telah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi dan patung. <br /><br />Disambung dengan hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud bahwa: <br />ان الله اذا حرم شيا حرم ثمنه<br />Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Ia mengharamkan pula harganya. <br /><br />Berdasarkan Hadits di atas Imam Abu Hanifah dan Zahiri membolehkan menjual-belikan benda najis yang ada manfaatnya, seperti kotoran hewan seperti serbuk. Secara analogis mazhab ini membolehkan jual beli darah karena besar manfaatnya bagi manusia untuk keperluan donor darah untuk keperluan operasi dan sebagainya. Namun Imam Syafi’i mengharamkan jual beli benda najis termasuk darah, ayat Al-Qur’an menyatakan secara tegas bahwa darah termasuk benda yang diharamkan. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah”. <br />Benda yang diharamkan tidak boleh untuk dijual belikan. Berdasarkan Hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu, maka mengharamkan juga harganya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud). Memperhatikan dua silang pendapat diatas, maka jual beli darah adalah sesuatu yang tidak pantas dan tidak etis. Sebab jika hal ini diperbolehkan, maka darah dijadikan ajang bisnis oleh manusia. Berkaitan jual beli darah nampaknya sangat bertentangan dengan tujuan luhur dari donor darah, yaitu menyelamatkan jiwa manusia dari kebinasaan. <br />Kembali kepada pengertian istilah donor darah, maka orang yang menyumbangkan darahnya itu semata-mata untuk menolong orang lain yang memerlukannya. Berarti niat pendonor hanya untuk kerja kemanusiaan, ia tidak mengharapkan imbalan berupa materi dari resepien. Ini mungkin bisa terjadi jika resepien mendapatkan darah dari donor yang bersifat langsung diberikan oleh donor tanpa melalui pihak ketiga. Namun permasalahan yang ditemukan dilapangan si resepien yang membutuhkan darah seperti di rumah sakit, ia tidak mendapatkannya secara cuma-cuma. Tapi ia harus membeli darah dengan cukup mahal. <br />Namun sebenarnya itu bukan berarti ia untuk membeli melainkan mengantikan biaya operasional terkait dengan menjaga kondisi darah tetap baik, serta penyediaan peralatan yang cukup canggih dan peralatan medis lainnya. Inilah sebenarnya biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh donor darah.<br /><br />D. Mashalah Mursalah<br />Hukum Islam bersumber pada dua sumber utama yaitu al-Quran dan Sunnah. Ketika tidak ada hukum mengenai sesuatu yang belum diatur dalam Al-quran dan Sunnah digunakan ijtihad yang dilakukan oleh para ulama. Metode ijtihad itu antara lain: ijma’, qiyas, istihsan, istishab, maslahah mursalah, ‘urf, fatwa sahabat, sad dzari’ah, syaru’ man qablana. <br />Salah satu metode ijtihad adalah mashalah mursalah adalah penetapan hukum berdasarkan mashalat (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan secara umum atau secara khusus. Kemasalahatan manusia meliputi lima jaminan dasar yaitu: keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keluarga dan keturunana, dan keselamatan harta benda. <br />Kelima jaminan dasar ini merupakan tiang penyangga kehidupan dunia agar umat manusia dapat hidup aman dan sejahtera. Dalam penerapan mashalah mursalah imam malik mengajukan tiga syarat dalam penerapan mashalah mursalah yaitu: <br />1. Adanya persesuaian dengan tujuan-tujuan syariat, jadi tidak boleh bertentangan dengan dalil yang qathi<br />2. Mashalah itu harus masuk akal.<br />3. Penggunan mashalah mursalah dalam rangka menghilangkan kesulitan yang mesti terjadi.<br />E. Donor Darah<br />Hukum dalam pengobatan, hendaknya dengan menggunakan sesuatu yang diperbolehkan menurut syari’at. Namun, jika tidak ada cara lain untuk menambahkan daya tahan dan mengobati orang sakit kecuali dengan yang haram dan ini menjadi satu-satunya usaha menyelamatkan orang sakit atau lemah, sementara para ahli memiliki dugaan kuat bahwa dengan yang haram akan memberikan manfaat bagi pasien, maka dalam kondisi seperti ini diperbolehkan untuk mengobati dengan yang haram. Bagaimankah posisi donor darah dalam pengobatan?. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.<br />Surat Al-Baqarah : 173<br /> • • <br />Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” <br /><br />Surat Al-An’am : 119<br /> • • <br />Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” <br /><br />Surat Al-Madinah ayat 2 :<br /> <br />Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”<br /><br />Surat Al-Baqarah ayat 195 :<br /> • <br />Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.<br /><br />Demikian juga sabda Rasulullah SAW:<br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.......<br />Barang siapa melepaskan seorang muslim dari sesuatu kesukaran, maka Allah SWT akan melepaskannya pula dari sesuatu kesukaran di hari Kiamat......” (H.R. Bukhari-Muslim dari Ibnu Majah). <br /><br />Demikian juga hadits dari Ibnu ‘Umar RA Rasulullah SAW sabda:<br />....أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس.....<br /><br />...Manusia yang paling disukai Allah ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia...” (HR. Thabrani) <br /><br />Demikian juga sabda Nabi SAW yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah RA.<br />...وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ...<br /><br />Sesungguhnya Allah akan selalu menolong hamba-nya selama hamba itu mau menolong saudaranya” <br /><br />Sebagai dasar hukum yang membolehkan donor darah ini, dapat pula dilihat dalam kaidah hukum Islam berikut: <br />الاصل فى الاشياء الاباحة<br />Prinsip dasar segala sesuatu itu boleh (mubah). <br />الاصل فى المنافع الاباحة وفى المضار التحريم<br /><br />Prinsip dasar pada masalah-masalah yang mendatangkan manfaat adalah boleh dan dalam masalah-masalah yang mengandung mudharat kerugian adalah haram. <br /><br />الضروات تبيح المخظورات<br />Segala keadaan yang memaksa, menghalalkan segala yang haram. <br />جميع المحرمات تباح بالضرورة<br />Segala yang diharamkan dibolehkan lantaran dharurat. <br />Berdasarkan kaidah serta ayat dan hadist diatas, maka hukum donor darah itu diperbolehkan, karena tidak ada dalil yang melarangnya, baik Al-Qur'an maupun hadits. Islam wajib membantu sesama manusia yang memerlukan bantuannya dalam hal-hal yang positif, termasuk dalam melakukan donor darah (transfusi/pemindahan) darah kepada penderita suatu penyakit atau kepada orang yang tertimpa musibah kecelakaan yang membutuhkan tambahan darah untuk keperluan pengobatan. Agama Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan dan bukan komersial.<br />Jelas bahwa persyaratan dibolehkannya donor darah itu berkaitan dengan masalah kesehatan, yang temasuk dalam jaminan dasar dalam Islam yaitu keselamatan jiwa. <br />Namun demikian tidak berarti, bahwa kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu saja. Sebab bisa saja terjadi, bahwa sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan, tetapi karena ada hal-hal yang dapat membahayakan resipien maupun pendonor, maka akhirnya menjadi terlarang. Ayat al Baqarah 195 mengingatkan, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan berakibat fatal bagi si pendonor, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Ini berarti donor darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah dengan jalan menolong jiwa sesama manusia, tanpa berakibat buruk bagi pendonor.<br />Persyaratan medis juga harus dipenuhi dalam donor darah, bahaya penularan penyakit harus dihindari dengan sterilisasi, tidak boleh menerima darah orang yang menderita HIV/AIDS, sebab bisa mendatangkan bahaya lainnya yang lebih fatal. <br />Dilihat dari urgensinya, donor darah dalam hukum Islam tidak lepas dari unsur kemashlahatan yang bersifat dharury (kebutuhan), yaitu menyelamatkan jiwa manusia dalam keadaan darurat. Sebab jika tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan, yaitu darah (benda najis), maka seseorang akan meninggal. Dalam hal ini, orang sakit yang kekurangan darah harus dibantu dengan donor darah.<br />الضرر لا يزال بالضرر<br />“Mudharat tidak dapat dihilangkan oleh mudharat yang lain” . Kaidah ini memberikan ketentuan hukum bahwa donor darah diperbolehkan jika dengan mendonorkan darahnya itu tidak membahayakan pihak pendonor. Tapi jika membawa bahaya atau mengancam keselamatan pihak donor, maka haram bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya. Oleh karena itu, perlu ketelitian dari pihak medis. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan: <br />الضرورات تقدر بقدرها<br />“Sesuatu keadaan darurat, diukur sekadar darurat saja”. <br />Dalam hal ini donor darah yang diberikan hanya sebatas untuk keperluan menolong resepien yang membutuhkannya. Maka selain itu, mengalirkan darah diluar alasan darurat, seperti marus yang untuk diminum, maka menjual dan meminumnya hukumnya haram.<br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />Menyumbangkan darahnya kepada seseorang yang membutuhkan adalah pekerjaan kemanusiaan yang sangat mulia. Karena dengan mendonorkan sebagian darahnya berarti seseorang telah memberikan pertolongan kepada orang lain, sehingga seseorang selamat dari ancaman yang membawa kepada kematian. Donor darah diperbolehkan jika dengan mendonorkan darahnya itu tidak membahayakan pihak pendonor. Tapi jika membawa bahaya atau mengancam keselamatan pihak donor, maka haram bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya. Dalam hal ini donor darah yang diberikan hanya sebatas untuk keperluan menolong resepien yang membutuhkannya. Orang yang menyumbangkan darahnya itu semata-mata untuk menolong orang lain yang memerlukannya. Berarti niat pendonor hanya untuk kerja kemanusiaan, ia tidak mengharapkan imbalan berupa materi dari resepien, ini dalam hukum Islam diperbolehkan tapi jika darahnya itu diperjual belikan hukumnya haram.<br /><br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-88868670120148577542010-10-15T05:45:00.000-07:002010-10-17T20:46:38.520-07:00ngah darwis: Generasi baru<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIhM92qBm7EMYbUH79x90_qzIhZfzBxX4ceCSc_PiY8GBYVMj-KIw0uJPXUboTb1d86aj2AWaCsdT_qVD1v1tt6Ercu7nzLC_v_3owBCG__zn6IXRiCUa9upf9LpvwR_JkyXbufKAefA/s1600/DSC04695.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIhM92qBm7EMYbUH79x90_qzIhZfzBxX4ceCSc_PiY8GBYVMj-KIw0uJPXUboTb1d86aj2AWaCsdT_qVD1v1tt6Ercu7nzLC_v_3owBCG__zn6IXRiCUa9upf9LpvwR_JkyXbufKAefA/s320/DSC04695.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5528254549841735842" /></a><br />perjalanan seorang hamba, sangat ditentukan dari sikap dan tingkah lakunya dalam mencari dan menerima apa yang diberikan oleh Allah kepadanya. Tanda syukur manusia dapat ditandai dengan apakah dia mampu menghasilkan yang terbaik bagi dirinya dan orang lain. filsafat ini adalah akar dari keingin maju manusia dalam menghadapi kehidupan ini. Manusia harus sadar bahwa dengan segala kelebihan dan kekurangnya harus mampu memberikan yang terbaik buat manusia yang lain. Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain <span class="fullpost"> inilah generasi muda harapan bangsa. Ditengah kemelutnya negeri ini generasi muda dengan mengatakan inilah aku yang jadi impian bukan generasi muda yang mengatakan inilah bapak ku. Perjalan hidup ini harus didik oleh orang tua yang mampu serta didukung oleh keinginan generasi muda. Bukan berarti pemuda itu harus tumbuh dengan sendirinya tanpa bimbingan. Mari kita wujudkan bangsa yang besar dengan menciptakan generasi muda yang tangguh dan tak kenal lelah dalam mencapai impian dan mimpinya </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-81175025576544062492010-09-08T15:22:00.000-07:002010-10-15T08:04:02.065-07:00SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_4LGOQHVsRTQ/TIgNIqRk9fI/AAAAAAAAAC0/spD9bgCFhkQ/s1600/hari+raya+2.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_4LGOQHVsRTQ/TIgNIqRk9fI/AAAAAAAAAC0/spD9bgCFhkQ/s320/hari+raya+2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5514672186153301490" /></a><br /> HAI TEMAN-TEMAN DENGAN HATI YANG IKHLAS SAYA MENGUCAPKAN HARI KEMENANGAN DI BULAN SYAWAL 1431 H SEMOGA MENNDAPATKAN KEBERKATAN DAN AMPUNAN AMIN <span class="fullpost"> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-37001823021457933052010-09-02T09:47:00.000-07:002010-10-17T20:47:10.551-07:00ngah darwis : belajar astronomiLAPORAN KEGIATAN MAGANG<br />DI OBSERVATORIUM BOSCHA DI BANDUNG<br />Tanggal 23-28 Agustus 2010<br /><br />Oleh <br />Muhammad Darwis<br />Marzuki<br /><br />Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau pasca pengamatan hilal Ramadhan 1431 H bertepatan tanggal 09-12 Agustus 2010, yang bekerjasama dengan abservatorium boscha. Setelah menyelesaikan pengamatan hilal ramadhan 1431H dan dilakukan evaluasi oleh pimpinan Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum, terlihat kondisi SDM yang dimiliki oleh Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum masih sangat belum memadai untuk menjalankan pengamatan hilal secara mandiri. Untuk itu Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum berkeinginan untuk meningkatkan mutu SDM dengan memberikan kesempatan kepada beberapa orang dosen untuk ikut pelatihan/magang di observatorium boscha di Bandung. <br />Kegiatan ini bertujuan agar terjadi peningkatan SDM terutama dosen Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum dalam menjalankan pengamatan hilal dengan baik dan benar, Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum yang telah memiliki fasilitas teleskop yang canggih juga harus mampu menggunakan dan memprogramkan kegiatan lanjutan untuk teleskop demi menunjang pendidikan dan penelitian serta keperluan lain yaitu untuk menjaga teleskop dan instrumen lainnya yang dimiliki dapat awet dan tahan. Seiring dengan tujuan tersebut pimpinan Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum menunjuk saudara Marzuki dan Muhammad Darwis untuk ikut pelatihan/magang di Bandung.<br />Keberangkatan untuk pelatihan dan magang tersebut pada tanggal 22 Agustus 2010 dan berakhir pada tanggal 28 Agustus 2010. Adapun hasil kegiatan magang tersebut antara lain: <br /><span class="fullpost"> <br />Hasil Kegiatan Magang<br />1. Tanggal 23 Agustus 2010<br /><br />Kegiatan pelatihan ini dibuka langsung oleh kepadal Observatorium Boscha bapak muhammad Hakim pada jam 09.00 WIB dalam pembukaan ini bapak Hakim banyak memberikan masukan pada Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum untuk dapat memanfaatkan teleskop yang canggih itu untuk keperluan penelitian dan pengamatan hilal, dan jangan hanya untuk disimpan. Lebih baik rusak karena dipakai daripada rusak karena tidak dipakai, itulah ucapannya. <br />Dalam pembukaan ini juga pak Hakim banyak menyoroti bahwa UIN Suska Riau mampu untuk mengembangan dan memanfaatkan teleskop yang dimiliki, dengan observatorium di UIN Suska Riau, dengan juga menambah alat untuk kelengkapan itu dan SDM yang baik pula.<br /><br />Materi Pertama (Overview Astronomi)<br />Setelah pembukaan materi yang disampaikan selanjutnya oleh bapak Moedji dengan judul Overview Astronomi, pengamatan dan esensinya dalam ibadah dalam kehidupan isalami. Dalam materi ini pak Moedji menyoroti perlunya senergisitas antara Islam dan tekonologi. Tidak perlu ada lagi dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, hal ini sejalan dengan visi UIN Suska Riau untuk mengintegralkan pendidikan agama dan umum.<br />Astronomi salah satu mata pelajaran yang penting bagi Islam terutama penentuan tanggal 1 tiap bulan hijriah dengan rukyat al hilal, penentuan waktu sholat, penentuan arah kiblat, haji dan lain sebagainya. Ini point penting astronomi dalam Islam. Sebaliknya ahli astronomi juga tidak boleh lepas dengan ajaran Islam. <br />Setelah menjelaskan pentingnya astronomi dalam Islam pak Moedji lanjutnya menjelaskan tentang astronomi hal yang pertama adalah cahaya. Apa itu cahaya? Cahaya adalah sinar yang beragam. Sinar ini diterjemahkan ke dalam bentuk gelombang yang memiliki sifat dan energi yang berbeda yaitu di mulai dari sinar Gama, X- Ray, Infrared hingga radio. Yang dapat diterima bumi dari sinar matahari adalah gelombang visual dan radio. <br /><br /> <br /><br />Teleskop itu adalah sama dengan mata manusia yang mampu menerima cahaya dari matahari secara terbatas, cara kerja mata dan teleskop sama, namun mata memiliki diafgram yang kecil yaitu 2 mm – 8 mm. yang kalau menerima sinar yang besar akan mengecil dan kalau menerima sinar yang kecil akan membesar. <br />Selanjutnya pak Moedji memberikan defensi/istilah terkait dengan astronomi <br />• Az. : Azimut, <br />• Alt. : Altitude (tinggi)<br />• Z : Zenit, <br />• N : Nadir<br />• U : Utara, <br />• S : Selatan<br />• T : Timur dan <br />• B : Barat<br /><br />Lihat gambar di bawah:<br /> <br /><br />• Azimut adalah bujur SKH, yang diukur dari arah utara ke posisi * sepanjang horizon melewati arah timur.<br />• Altitude/tinggi (h) adalah tinggi * dari bidang horizon. Positif (+) untuk di atas bidang horizon, dan negatif (-) untuk di bawah bidang horizon.<br />• Titik kutub lingkaran Horizon adalah titik Zenit (Z) dan titik Nadir (N). <br />• Lingkaran primer dalam SKH adalah lingkaran Horizon.<br />• Lingkaran Horizon merupakan hasil perpotongan bidang Horizon dengan Bola langit<br /><br /> <br />Lihat gambar di atas<br />Jarak zenit diukur dari zenit (Z) ke posisi *. Jika * tepat di Z, jarak zenitnya 00. jika * tepat di bidang horizon, jarak zenitnya 90o.<br /><br /> <br />Lihat gambar diatas<br />Ada dua penentuan titik 00 menurut Geodesi terletak di Utara sementara Astronomi 00 terletak di Selatan, namun keduanya tidak masalah untuk dipakai<br />Geodesi: Az. Utara = 0o, Az. Timur = 90o, Az. Selatan = 180o, Az. Barat = 270o. Astronomi: Az. Selatan= 0o, Az. Barat = 90o, Az. Utara = 180o, Az. Timur = 270o<br /><br />Selanjutnya pak Moedji menjelaskan SISTEM KOORDINAT EKUATORIAL DAN SISTEM KOORDINAT EKLIPTIKA, keduanya bermanfaat untuk menentukan objek benda langit. <br /><br />SISTEM KOORDINAT EKUATORIAL<br /><br /> <br /><br />• Lingkaran Ekuator Langit merupakan hasil perpotongan bidang Ekuator dengan Bola langit. <br />• Titik kutub lingkaran Ekuator Langit adalah titik Kutub Utara Langit (KLU) dan titik Kutub Selatan Langit (KLS). <br />• Dalam SKE, posisi benda langit (*) digambarkan dalam Asensiorekta (α) dan Deklinasi (δ).<br />• Asensiorekta adalah bujur SKH, yang diukur dari titik Aries (γ) ke posisi * sepanjang bidang ekuator langit ke arah timur.<br />• Deklinasi (δ) adalah lintang SKH, yang diukur dari bidang ekuator langit. Positif (+) untuk diatas bidang ekuator langit, dan negatif (-) untuk dibawah bidang ekuator langit.<br /><br />SISTEM KOORDINAT EKLIPTIKA<br /><br /> <br /><br />• Lingkaran Ekliptika merupakan lingkaran besar hasil perpotongan bidang Ekliptika (bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari) dengan Bola langit. <br />• Titik kutub lingkaran Ekliptika adalah titik Kutub Utara Ekliptika (KEU) dan titik Kutub Selatan Ekliptika (KES). <br /><br /><br /><br />Lintasan Harian Benda Langit Untuk Pengamat di Kutub<br /> <br /><br />Lintasan Harian Benda Langit Untuk Pengamat di Ekuator<br /> <br /><br />Senja dan Fajar (Twilight)<br /><br /> <br /><br />Pada saat Matahari terbenam, cahaya yang disebarkan angkasa Bumi masih dapat menerangi Bumi. Ketika Mthr berada 18o di bawah horizon, pengaruh terang tersebut sudah hilang. Selang waktu antara Matahari terbit/terbenam dengan saat jarak zenitnya 108o disebut sebagai fajar/senja (twilight).<br /><br />Z=90o50’, h=–0o 50'→ terbit/terbenam<br />Z=96o, h=– 6o → fajar/senja sipil<br />Z=102o, h=– 12o → fajar/senja nautikal<br />Z=108o, h= – 18o → fajar/senja astronomis <br /><br />Akhir Senja sipil: langit masih terang dan hanya beberapa bintang paling terang yang nampak<br />Akhir Senja nautika: batas laut dan langit tak bisa dibedakan<br />Akhir senja Astronomi: Semua bintang terang hingga V = 6 sudah bisa nampak oleh mata bugil <br /><br />Perubahan tahunan posisi Matahari (secara kasar) <br /> Tanggal aMatahari dMatahari bMatahari lMatahari<br />21 Maret (titik musim Semi) 0 (0°) 0° 0° 0°<br />21 Juni (titik balik musim panas belahan bumi utara) 6 (90°) +23° 26¢ 0° 90°<br />23 September (titik musim Gugur) 12 (180°) 0° 0° 180°<br />22 Desember (titik balik musim dingin belahan bumi utara) 18 (270° ) -23° 26¢ 0° 270°<br /><br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-90209528257004676872010-08-01T09:10:00.000-07:002010-10-17T20:47:32.969-07:00ngah darwis: kode etik kepolisianKeberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah masyarakat.<br />Guna mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.<br />Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan keNegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia.<span class="fullpost"> <br />Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.<br />Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya.<br />Etika keNegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara moral, sikap dan perilaku setiap anggota Polri.<br />Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia guna pemuliaan profesi kepolisian.<br />Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat berlaku juga pada semua organisasi yang menjalankan fungsi Kepolisian di Indonesia.<br /><br />Ruang lingkup pengaturan kode etik profesi polri mencakup:<br />a. Etika kepribadian <br />b. Etika kenegaraan <br />c. Etika kelembagaan <br />d. Etika dalam hubungan dengan masyarakat<br /><br /> <br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-78519638165499275452010-08-01T09:01:00.000-07:002010-10-17T20:47:57.165-07:00ngah darwis: kode etik advocatBahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya.Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan.<br />Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.<br /><span class="fullpost"> <br />Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku. Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri. <br /><br />KEPRIBADIAN ADVOKAT<br /><br />Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha<br />Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral<br />yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi<br />hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah<br />jabatannya.<br /><br />a. Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang<br />yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak<br />sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat<br />menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis<br />kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.<br />b. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh<br />imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.<br />c. Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi<br />oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum<br />Indonesia.<br />d. Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.<br />e. Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang<br />diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena<br />penunjukan organisasi profesi.<br />f. Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan<br />kebebasan, derajat dan martabat Advokat.<br />g. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat<br />(officium nobile).<br />h. Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak<br />namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat.<br />i. Seorang Advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara<br />(Eksekutif, Legislatif dan judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat<br />dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau<br />oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia<br />menduduki jabatan tersebut.<br /><br />HUBUNGAN DENGAN KLIEN<br />a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan<br />jalan damai.<br />b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien<br />mengenai perkara yang sedang diurusnya.<br />c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya<br />akan menang.<br />d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan<br />kemampuan klien.<br />e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.<br />f. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang sama<br />seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.<br />g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar<br />hukumnya.<br />h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien<br />secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan<br />antara Advokat dan klien itu.<br />i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat<br />yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan<br />kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak<br />mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.<br />j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus<br />mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut,<br />apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang<br />bersangkutan.<br />k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian<br />kepentingan klien.<br /><br />HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT<br />a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati,<br />saling menghargai dan saling mempercayai.<br />b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam<br />sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik<br />secara lisan maupun tertulis.<br />c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan<br />dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa<br />dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.<br />d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.<br />e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat<br />menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada<br />Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya<br />apabila masih ada terhadap Advokat semula.<br />f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru,<br />maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang<br />penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat<br />terhadap klien tersebut.<br /><br />TENTANG SEJAWAT ASING<br />Advokat asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjalankan<br />profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.<br /><br /><br />CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA<br />a. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara<br />dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang<br />bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".<br />b. Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat<br />akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka<br />pengadilan.<br />c. Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim<br />apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan<br />surat, termasuk surat yang bersifat "ad informandum" maka hendaknya seketika itu<br />tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat<br />pihak lawan.<br />d. Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim<br />apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.<br />e. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan<br />oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara<br />pidana.<br />f. Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu<br />perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut<br />hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.<br />g. Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan<br />dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi<br />tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang<br />dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas<br />hukum baik perdata maupun pidana.<br />h. Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma<br />(pro deo) bagi orang yang tidak mampu.<br />i. Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai<br />perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.<br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-68251275835535527352010-08-01T08:57:00.000-07:002010-10-17T20:48:32.039-07:00ngah darwis: kode etik notaris1. Ikatan Notaris Indonesia disingkat I.N.I. adalah Perkumpulan/organisasi bagi pars Notaris, berdiri semenjak tanggal 1 Juli 1908, diakui sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) berdasarkan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap -orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di Indonesia, sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2- 1022.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 No. 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117.<br />2. Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya pars Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.<br />3. Disiplin Organisasi adalah kepatuhan anggota Perkumpulan dalam rangka memenuhi kewajiban¬kewajiban terutama kewajiban administrasi dan kewajiban finansial yang telah diatur oleh Perkumpulan.<br />4. Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 juncto pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.<br />5. Pengurus Pusat adalah Pengurus Perkumpulan, pads tingkat nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta kewenangan untuk mewakili dan bertindak atas nama Perkumpulan, balk di luar maupun di muka Pengadilan.<br />6. Pengurus Wilayah adalah Pengurus Perkumpulan pads tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu.<span class="fullpost"><br />7. Pengurus Daerah adalah Pengurus Perkumpulan pads tingkat kota atau Kabupaten.<br />8. a. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan yang bertugas untuk :<br />• melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;<br />• memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung;<br />• memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan jabatan Notaris.<br /> b.Dewan Kehormatan Pusat adalah Dewan Kehormatan pada tingkat nasional dan yang bertugas untuk :<br />• melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota, dalam menjunjung tinggi kode etik;<br />• memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik dan/atau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat, secara langsung, pads tingkat akhir dan bersifat final;<br />• memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.<br />9. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku clan menjalankan jabatan Notaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi.<br />10. Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus dilakukan anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam rangka menjaga dan memelihara citra wibawa lembaga notariat clan menjunjung tinggi keluhuran harkat clan martabat jabatan Notaris.<br />11. Larangan adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra serta wibawa lembaga notariat ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris.<br />12. Sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan sifat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam menegakkan Kode Etik dan disiplin organisasi;<br />13. Eksekusi adalah pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh clan berdasarkan putusan Dewan Kehormatan yang telah mempunyai kekuatan tetap dan pasti untuk dijalankan.<br />14. Klien adalah setiap orang atau badan yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama datang kepada Notaris untuk membuat akta, berkonsultasi dalam rangka pembuatan akta serta minta jasa Notaris lainnya.<br /> <br />KEWAJIBAN, LARANGAN DAN PENGECUALIAN<br />Kewajiban<br />Pasal 3<br />Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib :<br />1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang balk.<br />2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.<br />3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.<br />4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.<br />5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.<br />6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;<br />7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.<br />8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.<br />9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat :<br />a. Nama lengkap dan gelar yang sah;<br />b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris.<br />c. Tempat kedudukan;<br />d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.<br />10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.<br />11. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.<br />12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.<br />13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan.<br />14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah.<br />15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling<br />memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi.<br />16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.<br />17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :<br />a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;<br />b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;<br />c. Isi Sumpah Jabatan Notaris;<br />d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.<br />Larangan<br />Pasal 4<br />Notaris dan orang lain yang memangku clan menjalankan jabatan. Notaris dilarang :<br />1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.<br />2. Memasang pagan Hama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/ Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor.<br />3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk<br />a. Iklan;<br />b. Ucapan selamat;<br />c. Ucapan belasungkawa;<br />d. Ucapan terima kasih;<br />e. Kegiatan pemasaran;<br />f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga;<br />4. Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.<br />5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain.<br />6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditanda tangani.<br />7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.<br />8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.<br />9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.<br />10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.<br />11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.<br />12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, make Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan etas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.<br />13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat ekslusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.<br />14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Ko¬de Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :<br />a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;<br />b. Penjelasan pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;<br />c. Isi sumpah jabatan Notaris;<br />d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.<br /><br /><br />Pengecualian<br />Pasal 5<br />Hal-hal yang tersebut di bawah ini merupakan pengecualian oleh karena itu tidak termasuk pelanggaran, yaitu :<br />1. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya yang tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.<br />2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi¬instansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya.<br />3. Memasang 1 (satu) tanda penujuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris.<br /><br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-84536664513153512512010-08-01T08:53:00.000-07:002010-10-17T20:48:57.936-07:00ngah darwis: pedoman prilaku hakimBahwa keadilan merupakan kebutuhan pokok rohaniah setiap orang dan merupakan perekat hubungan sosial dalam bernegara. Pengadilan merupakan tiang utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta dalam proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara. Hakim sebagai figure sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat banyak. Putusan Pengadilan yang adil menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian pemasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Putusan Pengadilan yang diucapkan dengan irah – irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan kewajiban menegakkan keadilan yang dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada sesama manusia dan vertical kepada Tuhan Yang Maha Esa. <span class="fullpost"><br />Sikap Hakim yang dilambangkan dalam kartika, cakra, candra, sari dan tirta merupakan cerminan perilaku Hakim yang harus senantiasa berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, adil, bijaksana, berwibawa, berbudi luhur dan jujur. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang melandasi prinsip – prinsip pedoman Hakim dalam bertingkah laku, bermakna pengalaman tingkah laku sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketaqwaan tersebut akan mendorong Hakim untuk berperilaku baik dan penuh tanggung jawab sesuai tuntunan agama masing-masing. Seiring dengan keluhuran tugas dan luasnya kewenangan dalam menegakkan hukum dan keadilan, sering muncul tantangan dan godaan bagi para Hakim. Untuk itu, Pedoman Perilaku Hakim merupakan konsekuensi dari kewenangan yang melekat pada jabatan sebagai Hakim yang berbeda dengan warga masyarakat biasa. <br />Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan panduan keutamaan moral bagi Hakim, Baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun dalam melakukan hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan. Hakim sebagai insan yang memiliki kewajiban moral untuk berinteraksi dengan komunitas sosialnya, juga terikat dengan norma – norma etika dan adaptasi kebiasaan yang berlaku dalam tata pergaulan masyarakat. Namun demikian, untuk menjamin terciptanya pengadilan yang mandiri dan tidak memihak, diperlukan pula pemenuhan kecukupan sarana dan prasarana bagi Hakim baik selaku penegak hukum maupun sebagai warga masyarakat. Untuk itu, menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat dan Negara memberi jaminan keamanan bagi Hakim dan Pengadilan, termasuk kecukupan kesejahteraan, kelayakan fasilitas dan anggaran. <br />Walaupun demikian, meskipun kondisi-kondisi di atas belum sepenuhnya terwujud, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi Hakim untuk tidak berpegang teguh pada kemurnian pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang memberi kepuasan pada pencari keadilan dan masyarakat. <br />Atas dasar kesadaran dan tanggung jawab tersebut, maka susunlah Pedoman Perilaku hakim ini dengan memperhatikan masukan dari Hakim di berbagai tingkatan dan lingkungan peradilan, kalangan praktisi hukum, akademisi hukum,serta pihak-pihak lain dalam masyarakat. Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan hasil perenungan ulang atas pedoman yang pertama kali dicetuskan dalam Kongres IV Luar Biasa IKAHI tahun 1966 di Semarang, dalam bentuk Kode Etik Hakim Indonesia dan disempurnakan kembali<br />dalam Munas XIII IKAHI tahun 2000 di Bandung. Untuk selanjutnya ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Mahkamah Agung RI tahun 2002 di Surabaya yang merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Pedoman Perilaku Hakim. Proses penyusunan pedoman ini didahului pula dengan kajian mendalam yang meliputi proses perbandingan serupa yang ditetapkan di berbagai Negara, antara lain Bangalore Principles. Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan penjabaran dari ke 10 (sepuluh) prinsip pedoman yang meliputi kewajiban- kewajiban untuk : berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegrasi tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap professional <br />1. Berperilaku Adil. <br />Adil pada hakekatnya bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang. Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di bidang peradilan yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-bedakan orang. <br />Penerapan : <br />1.1 Umum <br />1.1.1 Hakim tidak boleh memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang tengah berperkara atau kuasanya termasuk Penuntut dan saksi berada dalam posisi yang istimewa untuk mempengaruhi Hakim tersebut (fairness).<br />1.1.2 Dalam melaksanakan tugas peradilan, Hakim tidak boleh, baik dengan perkataan, sikap, atau tindakan menunjukkan rasa suka atau tidak suka, keberpihakan, prasangka, membeda-bedakan atas dasar perbedaan ras, jenis kelamin, agama, kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia atau status sosial ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan dengan pencari keadilan atau orang-orang yang sedang berhubungan dengan pengadilan. <br />1.1.3 Hakim harus mendorong Pegawai Pengadilan, Advokat dan Penuntut serta pihak lainnya yang tunduk pada arahan dan pengawasan Hakim untuk menerapkan standar perilaku yang sama dengan Hakim sebagaimana disebutkan dalam butir 1.1.2. <br />1.1.4 Hakim tidak boleh mengeluarkan perkataan, bersikap atau melakukan tindakan, yang dapat menimbulkan kesan yang beralasan dapat diartikan sebagai keberpihakan, tidak atau kurang memberikan kesempatan yang sama, berprasangka, mengancam, atau menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saki-saksi.<br />1.1.5 Hakim harus memberi keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata-mata untuk menghukum. <br />1.2 Mendengar Kedua Belah Pihak. <br />1.2.1 Hakim harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang khususnya pencari keadilan atau kuasanya yang mempunyai kepentingan dalam suatu proses hukum di Pengadilan.<br />1.2.2 Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan. <br /><br />2. Berperilaku Jujur. <br />Kejujuran pada hakekatnya bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan maupun diluar persidangan. <br />Penerapan : <br />2.1 Umum<br /> <br />2.1.1 Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang tercela atau yang dapat menimbulkan kesan tercela. <br />2.1.2 Hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan tindakannya, baik di dalam maupun di luar pengadilan, selalu menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, penegak hukum lain serta para pihak berperkara, sehingga tercermin sikap ketidakberpihakan Hakim dan lembaga peradilan (impartiality). <br />2.2 Pemberian Hadiah <br />Hakim tidak boleh meminta atau menerima dan harus mencegah suami atau istri Hakim, orang tua, anak, atau anggota keluarga Hakim lainnya, untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan, pemberian, penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari : <br />a. Advokat; <br />b. Penuntut; <br />c. Orang yang sedang diadili; <br />d. Pihak lain yang kemungkinkan kuat akan diadili; atau <br />e. Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh Hakim yang bersangkutan yang secara wajar (reasonable) patut dianggap bertujuan atau mengandung maksud untuk mempengaruhi Hakim dalam menjalankan tugas peradilannya. <br /><br />Pengecualian dari butir ini adalah pemberian atau hadiah yang ditinjau dari segala keadaan (circumstances) tidak akan diartikan atau dimaksudkan untuk mempengaruhi Hakim dalam pelaksanaan tugas-tugas peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya, yang nilainya tidak melebihi Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Pemberian tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. <br /><br />2.3 Pencatatan dan Pelaporan Hadiah dan Kekayaan. <br />2.3.1 Hakim wajib melaporkan secara tertulis pemberian yang termasuk gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. <br />2.3.2 Hakim wajib menyerahkan laporan kekayaan sebelum dan setelah menjabat tanpa ditunda-tunda ,bersedia diperiksa kekayaan segera setelah memangku jabatan dan setelah menjabat, serta wajib melakukan segala upaya untuk memastikan kewajiban tersebut dapat dijalankan secara baik, apabila diperlukan oleh pihakyang berwenang, hakim harus bersedia diperiksa kekayaanya pada saat atau selama memangku jabatan. <br /><br />3. Berperilaku Arif dan Bijaksana. <br />Arif dan bijaksana pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma- norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempuyai tenggang rasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar dan santun. <br />Penerapan : <br />3.1 Pemberian Pendapat atau keterangan. <br />3.1.1 Hakim tidak boleh memberi keterangan atau pendapat mengenai substansi suatu perkara di luar proses persidangan pengadilan, baik terhadap perkara yang diperiksa atau diputusnya maupun perkara lain. <br />3.1.2 Hakim yang diberikan tugas resmi oleh Pengadilan dapat menjelaskan kepada masyarakat tentang prosedur beracara di Pengadilan atau informasi lain yang tidak berhubungan dengan substansi perkara dari suatu perkara. <br />3.1.3 Hakim dapat memberikan keterangan atau menulis artikel dalam surat kabar atau terbitan berkala dan bentuk-bentuk kontribusi lainya yang dimaksudkan untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai hukum atau administrasi peradilan secara umum yang tidak berhubungan dengan masalah substansi perkara tertentu. <br />3.1.4 Hakim dalam keadaan apapun tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik, atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah mempuyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun. <br />3.1.5 Hakim tidak boleh memberikan keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuah forum ilmiah yang hasilnya tidak di maksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi putusan hakim dalam perkara lain. <br />3.2 Aktivitas Keilmuan, Sosial Kemasyarakatan <br />3.2.1 Hakim dapat menulis, memberikan kuliah, mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan atau suatu upaya pencerahan mengenai hukum, system hukum, administrasi peradilan dan non-hukum, selama kegiatan –kegiatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memanfaatkan posisi hakim dalam membahas suatu perkara.<br />3.2.2 Hakim boleh menjabat sebagai pengurus atau anggota organisasi nirlaba yang bertujuan untuk perbaikan hukum, system hukum, administrasi peradilan lembaga pendidikan dan sosial kemasyarakatan, sepanjang tidak mempengaruhi sikap kemandirian hakim.<br />3.2.3 Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota dari partai politik atau secara terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu partai politik atau terlibat dalam kegiatan yang dapat menimbulkan persangkaan beralasan bahwa hakim tersebut mendukung suatu partai politik.<br /><br /><br />4. Bersikap Mandiri <br />Mandiri pada hakekatnya bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku.<br />Penerapan : <br /><br />Hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun. <br /><br />5. berintegritas Tinggi<br />Integritas tinggi pada hakekatnya bermakna mempuyai kepribadian utuh tidak tergoyahkan, yang terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai- nilai atau norma- norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengendapkan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.<br />Penerapan <br />5.1 Umum <br />5.1.1 Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan atau hubungan-hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut diduga mengandung konflik kepentingan. <br />5.1.2 Hakim harus menghindari hubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan Advokat, Penuntut dan pihak-pihak dalam suatu perkara tengah diperiksa oleh Hakim yang bersangkutan. <br />5.1.3 Hakim harus membatasi hubungan yang akrab, baik langsung maupun tidak langsung dengan Advokat yang sering berperkara di wilayah hukum Pengadilan tempat Hakim tersebut menjabat. <br />5.1.4 Pemimpin Pengadilan diperbolehkan menjalin hubungan yang wajar dengan lembaga eksekutif dan legislatife dan dapat memberikan keterangan, pertimbangan serta nasihat hukum selama hal tersebut tidak berhubungan dengan suatu perkara yang sedang disidangkan atau yang diduga akan diajukan ke Pengadilan. <br />5.2 Konflik Kepentingan <br />5.2.1 Hubungan Priadi dan Kekeluargaan. <br /><br />1) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai, Ketua Majelis, Hakim anggota lainnya, Penuntut, Advokat, dan Panitera yang menangani perkara tersebut. <br />2) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila Hakim itu memiliki hubungan pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara, Penuntut, Advokat, yang menangani perkara tersebut. <br /><br />5.2.2 Hubungan Pekerjaan <br />1) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili atau menjadi Penuntut, Advokat atau Panitera dalam perkara tersebut pada persidangan di Pengadilan tingkat yang lebih rendah. <br />2) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah menangani hal-hal yang berhubungan dengan perkara atau dengan para pihak yang akan diadili, saat menjalankan pekerjaan atau profesi lain sebelum menjadi Hakim. <br />3) Hakim dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga. <br />4) Hakim dilarang mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan kesan bahwa orang tersebut seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat mempengaruhi Hakim secara tidak wajar dalam melaksanakan tugas-tugas peradilan. <br />5) Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya adalah organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik apabila Hakim tersebut masih atau pernah aktif dalam organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik tersebut. <br /><br />5.2.3 Hubungan Finansial. <br />1) Hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupun beban-beban keuangan lainnya dan harus berupaya secara wajar untuk mengetahui urusan keuangan para anggota keluarganya. <br />2) Hakim tidak boleh menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga dalam hubungan financial. <br />3) Hakim tidak boleh mengijinkan pihak lain yang akan menimbulkan kesan bahwa seseorang seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat memperoleh keuntungan finansial. <br /><br />5.2.4 Prasangka dan Pengetahuan atas Fakta. <br />(1) Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila Hakim tersebut telah memiliki prasangka yang berkaitan dengan salah satu pihak atau mengetahui fakta atau bukti yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan disidangkan. <br /><br />5.3 Tata Cara Pengunduran Diri. <br />5.3.1 Hakim yang memiliki konflik kepentingan sebagaimana diatur dalam butir 5.2 wajib mengundurkan diri dari memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan. Keputusan utntuk mengundurkan diri harus dibuat seawal mungkin untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul terhadap lembaga peradilan atau persangkaan bahwa peradilan tidak dijalankan secara jujur dan tidak berpihak<br />5.3.2 Apabila muncul keragu-raguan bagi Hakim mengenai kewajiban mengundurkan diri memeriksa dan mengadili suatu perkara lebih baik memilih mengundurkan diri.<br /> <br />6. Bertanggung jawab.<br />Bertanggung jawab pada hakekatnya bermakna kesediaan dan keberanian untuk melaksanakan semua tugas dan wewenang sebaik mungkin serta bersedia menangung segala akibat atas pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut. Rasa tanggung jawab akan mendorong terbentuknya pribadi yang mampu menegakkan kebenaran dan keadilan, penuh pengabdian, serta tidak menyalahgunakan profesi yang diamankan. <br />Penerapan : <br />6.1. Penggunaan predikat Jabatan. <br />Hakim tidak boleh menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain. <br />6.2. Penggunaan Informasi Peradilan. <br />Hakim tidak boleh mengungkapkan atau menggunakan informasi yang bersifat rahasia, yang didapat dalam kedudukan sebagai Hakim, untuk tujua yang tidak ada hubungan dengan tugas-tugas peradilan. <br /><br />7. Menjunjung Tinggi Harga Diri. <br />Harga diri pada hakekatnya bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi. Prinsip menjunjung tinggi harga diri, khususnya Hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabatnya sebagai aparatur Peradilan. <br />Penerapan : <br />7.1. Umum. <br />Hakim harus mejaga kewibawaan serta martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan. <br />7.2. Aktifitas Bisnis. <br />Hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai Hakim. <br />7.3. Aktifitas lain. <br />Hakim dilarang menjadi Advokat, atau Pekerjaan lain yang berhubungan dengan perkara. <br />7.3.1. Hakim dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya seorang Advokat, kecuali jika : <br />a. Hakim tersebut menjadi pihak di persidangan; atau <br />b. Memberikan nasihat hokum Cuma-Cuma untuk anggota keluarga atau teman yang tengah menghadapi masalah hukum. <br />7.3.2. Hakim dilarang bertindak sebagai arbiter atau mediator dalam kapasitas pribadi, kecuali bertindak dalam jabatan yang secara tegas dipertintahkan atau diperbolehkan dalam undang-undang atau peraturan lain. <br />7.3.3. Hakim dilarang menjabat sebagai eksekutor, administrator atau kuasa pribadi lainnya, kecuali untuk urusan pribadi anggota keluarga Hakim tersebut, dan hanya diperbolehkan jika kegiatan tersebut secara wajar (reasonable) tidak akan mempengaruhi pelaksanaan tugasnya sebagai Hakim. <br />7..3.4. Hakim dilarang melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. <br /><br />7.4. Aktifitas Masa Pensiun.<br />Mantan Hakim sangat dianjurkan da sedapat mungkin tidak menjalankan pekerjaan sebagai Advokat yang berpraktekdi Pengadilan terutama di lingkungan peradilan tempat yang bersangkutan pernah menjabat, sekurang- kurangnya selama 2 (dua) tahun setelah memasuki masa pensiun atau berhenti sebagai Hakim. <br /><br />8. Berdisiplin Tinggi <br />Disiplin pada hakekatnya bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah- kaidah yang diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan. Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian, dan berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya. <br />Penerapan <br />8.1 Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan. <br />8.2 Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan. <br />8.3 Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan<br />dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan<br />biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />8.4 Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara<br />kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari<br />pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan.<br /><br />9. Berperilaku Rendah Hati <br />Rendah hati pada hakekatnya bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas. <br />Penerapan: <br />9.1. Pengabdian. <br />Hakim harus melaksananakan pekerjaan sebagai sebuah pengabdian yang<br />tulus, pekerjaan Hakim bukan semata-mata sebagai mata pencaharian dalam<br />lapangan kerja untuk mendapat penghasilan materi, melainkan sebuah amanat<br />yang akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha<br />Esa.<br />9.2. Popularitas<br />Hakim tidak boleh bersikap, bertingkah laku atau melakukan tindakan<br />mencari popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari siapapun juga.<br /><br /><br /><br /><br /><br />10. Bersikap Profesional. <br />Profesional pada hakekatnya bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien. <br />Penerapan : <br />10.1 Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas peradilan secara baik<br />10.2 Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administrasi dan bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi peradilan.<br />D. PENUTUP <br />1. Hakim yang mengetahui atau menerima informasi yang dapat dipercaya bahwa seorang hakim lain telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan ini harus melakukan upaya yang layak untuk menghindari hal tersebut berulang atau dapat menimbulkan perlakukan yang tidak adil bagi para pihak, termasuk memberikan perlakukan yang tidak adil bagi para pihak, termasuk memberikan perlakukan yang tidak adil bagi para pihak, termasuk memberikan informasi kepada pihak yang berwenang dalam pengawasan Hakim. Membiarkan pelanggaran, adalah bertentangan dengan semangat membela korps Hakim dan lembaga peradilan pada umumnya. Pelanggaran yang dilakukan oleh individu-individu hakim pada akhirnya akam melahirkan ketidakpercayaan masyarakat pada seluruh Hakim dan lembaga peradilan.<br />2. Setiap Pimpinan Pengadilan harus berupaya sungguh-sungguh untuk memastikan agar Hakim di dalam lingkungannya mematuhi Pedoman Perilaku Hakim ini. <br />3. Pelanggaran terhadap Pedoman ini dapat diberikan sanksi. Dalam menentukan sanksi yang layak dijatuhkan, harus dipertimbangkan factor-faktor yang berkaitan dengan pelanggaran, yaitu latar belakang, tingkat keseriusan, dan akibat dari pelanggaran tersebut terhadap lembaga peradilan maupun pihak lain. <br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-84923239552235971422010-08-01T08:42:00.000-07:002010-10-17T20:49:43.276-07:00ngah darwis: kode etik kejaksaanKejaksaan sebagai lembaga penegak hukum melaksanakan tugasnya secara merdeka dengan menjujung tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.<br /><br />Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kejaksaan memerlukan adanya satu tata pikir, tata laku dan tata kerja Jaksa dengan mengingat norma-norma agama, susila, kesopanan serta memperhatikan rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat.<br /><span class="fullpost"> <br />Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, diperlukan sosok Jaksa sebagai abdi hukum yang profesional, memiliki integritas kepribadian, disiplin, etos kerja yang tinggi dan penuh tanggungjawab, senantiasa mengaktualisasikan diri dengan memahami perkembangan global, tanggap dan mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra profesi dan kinerja jaksa serta tidak bermental korup. <br /><br />Jaksa sebagai pejabat publik senantiasa menunjukkan pengabdiannya melayani publik dengan mengutamakan kepentingan umum, mentaati sumpah jabatan, menjunjung tinggi doktrin Tri Krama Adhyaksa, serta membina hubungan kerjasama dengan pejabat publik lainnya. <br /><br />Jaksa sebagai anggota masyarakat selalu menunjukkan keteladanan yang baik, bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang serta peraturan perundang-undangan. <br /><br /><br />KEWAJIBAN <br />Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa wajib:<br />a.mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;<br />b.menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; <br />c.mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran;<br />d.bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan /ancaman opini publik secara langsung atau tidak langsung;<br />e.bertindak secara obyektif dan tidak memihak;<br />f.memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka /terdakwa maupun korban;<br />g.membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu;<br />h.mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;<br />i.menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan;<br />j.menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;<br />k.menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen Hak Asasi Manusia yang diterima secara universal;<br />l.menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana;<br />m.bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;<br />n.bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.<br /><br /><br />LARANGAN<br />Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:<br />a.menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;<br />b.merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;<br />c.menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;<br />d.meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;<br />e.menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;<br />f.bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;<br />g.membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;<br />h.memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.<br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-22071059033511806032010-02-18T19:36:00.000-08:002010-10-15T08:04:02.230-07:00nilai mahasiswa UIN suskaberikutkan saya sampaikan nilai mahasiswa yang<br />untuk fakultas syariah dan ilmu hukum<br />mata kuliah : tahsin al-Quran untuk EI1<br /> : tahsin al-Quran untuk PMH<br /> : fiqh ibadah untuk EI4<br /> : pendidikan kewarganegaran AH3<br /><span class="fullpost"><br /><br /><a href="http://www.4shared.com/file/225044578/d7bd4dc5/nilai_fiqh_ibada_EI4.html" target="_blank">Download disini fiqh ibadah EI 4</a><br /><a href="http://www.4shared.com/file/225044575/a90c3178/nilai_tahsin_PMH.html" target="_blank">Download disini tahsin PMH</a><br /><a href="http://www.4shared.com/file/225044583/c7f78882/nilai_tahsin_EI1.html" target="_blank">Download disini tahisn EI 1</a><br /><a href="http://www.4shared.com/file/225044584/59931d21/nilai_pendi_kewarganegaran_AH3.html" target="_blank">Download disini pendidikan kewargangeraan AH</a><br /><br /><br /><br /><br /></span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-21676615743028809482010-02-18T07:36:00.000-08:002010-10-17T20:50:14.606-07:00ngah darwis: ISTILAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARAHukum administrasi negara : hukum yang melandasi organisasi pemerintahan<br />Ius Sanguinis: Azas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Keturunannya. <br />Ius Solli: Azas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya.<br />Kepastian Hukum adalah azas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Pemerintah. <br />Tertib Penyelenggaran Negara adalah azas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.<br />Kepentingan Umum adalah azas yang mendahulukan kesejahteraan umum, dengan cara yang aspioratif, akomodatif, dan selektif.<span class="fullpost"><br /><br />Keterbukaan adalah azas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara.<br />Proporsionalitas adalah azas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.<br />Profesionalitas adalah azas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />Akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.<br /><br />Necht wakerstaat : negara menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat <br />Wetmatigbestuur : pemerintah diselenggarakan berdasarkan undang-undang<br />Onrechtmatige overheidsdaad: perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah <br />Summun iuris summa iniuria: semakin banyak peraturan hukum yang berlaku maka semakin banyak terjadi perbuatan ketidakadilan<br />Detournement de pouvoir : perbuatan penyalahgunaan kewenagan oleh pejabat pemerintah<br />Exces de pouvoir : perbautan melampaui batas kekuasaan <br />Point d interest point d action : gugatan dapat diproses apabila ada manfaat bagi kepentingan umum<br />Beschikking : penetapan suatu peraturan hukum yang berlaku secara umum<br />Argumentum per analogiam : cara penafsiaran dengan cara memperluas isi ketentuan dalam Undang-Undang dan Kemudian menerapkan pada peristiwa kongkrit<br />Lex superior derogate legi interiori: apabila terjadi konflik perundang-undagan yang hirarkinya lebih tinggi dengan yang lebih rendah, maka peraturan yang lebih tinggi dapat mengesampingkan peraturan yang lebih rendah<br />Desentralisasi fungsional : yaitu penyerahan urusan-urusan pemerintahan (pelimpahan wewenang untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan) dari pemerintah pusat/daerah, tingkat yang lebih atas kepada badan-badan fungsional tertentu<br />Prasumption iustae causa: yaitu suatu keputusan taa usaha negara (beschikking) harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan mengenal hukum acara pengadilan tata usaha negara.<br />Scientific crime investigation: yaitu pengungkapan perkara pidana secara teknologi/ilmiah, baik pemeriksaan ditempat kejadian maupun pemeriksaan barang bukti secara laboratotium kriminalistik<br />Pendidikan nasional : pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakr pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.<br />Sistem pendidikan nasional: yaitu keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional <br />Standar pendidikan nasional: kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum negara kesatuan republik Indonesia<br />Perpustakaan nasional : yaitu perpustakaan yang berkedudukan di Ibu kota negara yang mempunai tugas untuk menghimpun, menyimpan, melestarikan dan mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di wilayah republik Indonesia<br />Badan perlindungan konsumen nasional : badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.<br />Sistem statistik nasional : yaitu suatu tatanan yang terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk totalitas dalam penyelenggaraan statistik.<br />Inkaso /collection : yaitu pemberian kekuasaan kepada bank oleh perusahaan atau perorangan untuk menagih atau meminta persetujuan pembayaran (akseptasi) atau menyerahkan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di tempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat – surat berharga dalam rupiah atau valuta asing. <br /><br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-67564439349466096112010-02-18T07:27:00.000-08:002010-10-17T20:50:41.916-07:00ngah darwis: istilah hukum tata negara1. Trias Politica adalah sebuah dokrin yang termashur perihal pemisahan kekuasaan negara. Pemisahan kekuasaan negara adalah suatu pemisahan yang pada dasarnya memecahbelakan kekuasaan negara atas beberapa bagian dan meniadakan hubungan kerja sama antar bagian tersebut yiatu legislatif, eksekutif dan yudikatif.<br />2. Republik adalah bentuk negara yang pada umumnya dipimpin oleh presiden<br />3. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.<br /><span class="fullpost"><br />4. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Menteri Negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian.<br />5. Pegawai Negeri adalah setiap orang yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan pada kantor-kantor atau perusahaan-perusahaan milik pemerintah/negeri dan menerima gaji/upah/berbagai fasilitas lainnya dari pemerintah berdasarkan suatu ketentuan hukum yang sama/seragam di seluruh wilayah negara, yakni Hukum Administrasi Negara<br />6. Pejabat negara/fungsionaris pemerintah ialah setiap orang yang secara tetap menduduki jabatan tertentu dalam masa tertentu dalam suatu bidang (kegiatan) tertentu dalam pemerintahan dan bertugas sebagai pelaksana misi dan fungsi pemerintah dalam mengatur negara demi kepentingan umum/rakyat.<br />7. Referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat dalam istilah bahasa Indonesia merupakan pemilihan tertulis, pemungutan suara umum; laporan yang diserta beberapa usul.<br />8. Amandemen adalah usulan untuk merobah suatu rencana undang-undang<br />9. Dana Alokasi Umum selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.<br />10. Dana Alokasi Khusus: selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.<br />11. Hukum Tata Usaha Negara adalah hukum mengenai surat menyurat, rahasia dinas, dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan statistik, tata cara penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan nikah, talak dan rujuk, publikasi dan penerbitan-penerbitan negara.<br />12. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945<br />13. Penduduk adalah warga negara Republik Indonesia yang berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri<br />14. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas asar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945<br />15. Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare, yang artinya adalah pengabdian atau pelayan (service). <br />16. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah<br />17. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan<br />18. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten. <br />19. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelakasanan desentralisasi<br />20. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.<br />21. Kekuasaan kehakiman : kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadila. <br />22. Dekrit : keputusan resmi (kepala Negara/paus)<br />23. Kudeta: usaha perebutan kekusaan dengan kekerasan <br />24. Staatsrecht : dalam arti sempit disebut hukum konstitusi negera atau juga hukum tata negara.<br />25. Pemerintahan Daerah adalah kepala daerah berserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah juga dijelaskan pada point berikut nya <br />26. pemerintah daerah : Penyelenggara Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi.<br />27. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />28. Hukum administrasi Negara: hukum atau kumpulan peraturan yang mengatur persoalan-persoalan yang berkenaan dengan ketatausahaan Negara atau penyelenggaraan “kerumahtanggaan Negara” atau penyelenggaraan praktek pemerintahan secara kontinu, dari saat ke saat, yang senantiasan menjadi pedoman bagi para fungsionaris/pejabat Negara maupun lembaga-lembaga Negara dalam melaksanakan tugas mereka masing-masing. <br />29. Kodifikasi hukum: suatu langkah pengkitaban hukum atau penulisan hukum kedalam suatu kitab undang-undang (codex = kitab undang-undang) yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah<br />30. Rechtsstaat: Negara hukum adalah Negara dimana hukum merupakan dasar kekuasaan atau sumber segala kekuasaan untuk mengatur dan menegakna Negara itu<br />Machtsstaat: Negara berdasarkan atas kekuasaan belaka<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-61678406296968160772010-02-18T07:21:00.000-08:002010-10-17T20:51:12.446-07:00ngah darwis: Konflik Pertanahan antara Masyarakat dengan Perusahaan di RiauKonflik Pertanahan antara Masyarakat dengan Perusahaan di Riau<br />(Studi Kasus atas Konflik antara Masyarakat dengan PT RAPP, PT IKPP, PT CPI dan PT Duta Palma)<br /><br />Latar Belakang<br />Memang sesaat setelah keruntuhan pemerintah Orde Baru pelbagai aspirasi kolektif masyarakat yang merasa telah diperlakukan tidak adil mencuat ke ruang publik menjadi gerakan sosial, bahkan acapkali diekspresikan dalam bentuk kekerasan eksplosif. <br />Sengketa pertanahan antara masyarakat dan perusahaan di Riau muncul dalam bentuk beragam. Banyak pihak terlibat dalam proses mediasi dan penyelesaian konflik tersebut, baik negara maupun institusi civil society seperti yang dilakukan LSM. Tetapi mediasi dan proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak tersebut acapkali menemui jalan buntu sehingga menjadikan konflik semakin berlarut-larut. Hemat kami, hal ini antara lain diakibatkan oleh masih lemahnya identifikasi terhadap akar-akar penyebab terjadinya konflik dan pemetaan aspek-aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang terlibat di dalamnya. Akibatnya tawaran-tawaran penyelesaian konflik acapkali merupakan formula yang bersifat sementara. Kami berkeyakinan, identifikasi dan penelitian mendalam terhadap akar-akar konflik dan pemetaan yang akurat terkait aspek-aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural amat diperlukan guna membantu penyelesaian sengketa pertanahan di Riau secara permanen. <br /><span class="fullpost"><br />Tujuan Penelitian<br />Investigasi bertujuan membahas konflik pertanahan antara masyarakat dengan perusahaan di Riau. <br />1. Mengidentifikasi kronologi dan karakter konflik antara masyarakat dan perusahaan di Riau;<br />2. Mengidentifikasi latar-belakang sosial-kultural, ekonomi dan politik yang melatari konflik-sosial antara masyarakat dengan perusahaan di Riau; <br />3. Mendeskripsikan pola gerakan masyarakat dalam rangka menggalang dukungan publik, maupun mengenai cara-cara, proses-proses, dan strategi-strategi dalam memperjuangkan hak-hak pertanahan mereka; <br />4. Mengidentifikasi respon perusahaan terkait dengan gerakan sosial yang dilakukan masyarakat dalam mempertahankan hak-hak pertanahan mereka; <br />5. Mengidentifikasi pola resolusi konflik antara perusahaan dan masyarakat di Riau; <br />6. Mencari rumusan alternatif tentang resolusi konflik pertanahan antara masyarakat dan perusahaan di Riau. <br /><br />Target Penelitian<br />1. Teridentifikasikannya kronologi dan karakter konflik antra masyarakat dan perusahaan di Riau;<br />2. Teridentifikasikannya latar-belakang sosial-kultural, ekonomi dan politik yang melatari konflik-sosial antara masyarakat dengan perusahaan di Riau; <br />3. Terdeskripsikannya pola gerakan masyarakat dalam rangka menggalang dukungan publik, maupun mengenai cara-cara, proses-proses, dan strategi-strategi dalam memperjuangkan hak-hak pertanahan mereka; <br />4. Teridentifikasikannya respon perusahaan terkait dengan gerakan sosial yang dilakukan masyarakat dalam mempertahankan hak-hak pertanahan mereka; <br />5. Teridentifikasikannya pola resolusi konflik antara perusahaan dan masyarakat di Riau; <br />6. Mendapatkan rumusan alternatif tentang resolusi konflik pertanahan antara masyarakat dan perusahaan di Riau.<br /><br />Signifikansi Penelitian<br />Investigasi mendalam dan komperehensif tentang konteks sosial, politik, hukum, ekonomi dan kultural yang mengitari sengketa pertanahan tersebut terutama untuk memunculkan alternatif-alternatif resolusi sengketa pertanahan yang telah berlarut-larut tersebut. <br /><br />Sasaran Penelitian<br />Investigasi dilakukan terhadap konflik pertanahan yang terjadi antara masyarakat dengan lima perusahaan di Riau yakni, PT RAPP, PT IKPP, PT CPI dan PT Duta Palma/GUTHRI. <br /><br />Penutup<br />Demikian proposal ini disusun agar dapat dijadikan kerangka kerja penelitian. Atas perhatian dan kerjasama yang baik dari semua pihak, kami ucapkan terima kasih. <br /><br /><br /><br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4419362096905837776.post-89920299735845385502009-10-23T07:13:00.000-07:002010-10-15T08:04:02.304-07:00KABINET SBY JILID 2SBY dan Boediono (presiden dan wakil presiden RI) telah membacakan calon menteri Berikut ini adalah nama ke-34 calon mentri dan tiga calon pejabat tinggi tersebut.<br /><br />1. Menko Politik, Hukum, dan Keamanan: Marsekal TNI Purn Djoko Suyanto<br />2. Menko Perekonomian: Hatta Rajasa<br />3. Menko Kesra: Agung Laksono<br />4. Menteri Sekretaris Negara: Sudi Silalahi<br />5. Menteri Dalam Negeri: Gamawan Fauzi<br />6. Menteri Luar Negeri: Marty Natalegawa<span class="fullpost"><br />7. Menteri Pertahanan: Purnomo Yusgiantoro<br />8. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: Patrialis Akbar<br />9. Menteri Keuangan: Sri Mulyani<br />10. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral: Darwin Zahedy Saleh<br />11. Menteri Perindustrian: MS Hidayat<br />12. Menteri Perdagangan: Mari Elka Pangestu<br />13. Menteri Pertanian: Suswono<br />14. Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM: Syarif Hasan<br />15. Menteri Perhubungan: Freddy Numberi<br />16. Menteri Kelautan dan Perikanan: Fadel Muhammad<br />17. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi: Muhaimin Iskandar<br />18. Menteri Pekerjaan Umum: Djoko Kirmanto<br />19. Menteri Kesehatan: Endang Rahayu <br />20. Menteri Pendidikan Nasional: M Nuh<br />21. Menteri Agama: Suryadharma Ali<br />22. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata: Jero Wacik<br />23. Menneg Riset dan Teknologi: Suharna Surapranata<br />24. Menteri Sosial: Salim Assegaf Al'jufrie<br />25. Menneg Lingkungan Hidup: Gusti Moh Hatta<br />26. Menteri Kehutanan: Zulkifli Hasan<br />27. Menneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Linda Agum Gumelar<br />28. Menneg Pendayagunaan Aparatur Negara: E.E. Mangindaan<br />29. Menneg Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal: Helmy Faisal Zaini<br />30. Menneg PPN/Kepala Bappenas: Armida Alisjahbana<br />31. Menneg BUMN: Mustafa Abubakar<br />32. Menteri Komunikasi dan Informatika: Tifatul Sembiring<br />33. Menneg Perumahan Rakyat: Suharso Manoarfa<br />34. Menneg Pemuda dan Olahraga: Andi Mallarangeng<br /><br />Pejabat Setingkat Menteri<br />kepala unit kerja presiden : kuntoro mangkusubroto<br />Kepala BIN: Jenderal Pol Purn Sutanto<br />Kepala BKPM: Gita Wirjawan<br /><br /> </span>Arisna Eliza MSIhttp://www.blogger.com/profile/09294466179560029354noreply@blogger.com0